Minggu, 29 Juni 2014

Peran Tindak Tutur



logo unnes.jpg

Peran Tindak Tutur dalam Seni Pertunjukan Ketoprak
Disusun guna Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah Pragmatik Bahasa Jawa


Disusun oleh :
Ivanka Pramushinta
2601411003
Rombel 1
Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa
2011

FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Judul Jurnal  : Peran Tindak Tutur dalam Seni Pertunjukan Ketoprak
Ketoprak merupakan salah satu kesenian Jawa Tengah yang mampu mengundang banyak penonton dan pendengar di pelbagai pelosok pulau Jawa. Ketoprak merupakan refleksi kehidupan sehari-hari bagi masyarakat Jawa khususnya, yakni menggambarkan suatu cerita luhur bangsa Indonesia pada waktu lampau. Bahasa yang digunakanpun dapat mengakrabkan situasi dengan masyarakat penonton. Sekarang ini, ketoprak bisa dikenal oleh masyarakat tidak hanya melalui pertunjukan di panggung saja melainkan melaui radio dan televisi.
Oleh karena itu, bahasa ketoprak sangat menarik untuk diteliti terutama yang menyangkut penggunaan bahasa, atau dalam kajian ini difokuskan pada segi tindak tutur. Menurut Austin (dalam Levinson, 1983:236) tuturan-tuturan itu tidak saja dipakai untuk melaporkan sesuatu kejadian, tetapi dalam hal-hal tertentu, tuturan itu harus diperhitungkan sebagai sebuah pelaksanaan tindakan (actions).

Beberapa teori yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a)      Semantik dan Pragmatik
Semantik berbeda dengan Pragmatik, meskipun keduanya memandang bahasa dari segi makna. Semantik memandang bahasa menurut makna leksikal, yang terpisah dari situasi dan konteks. Dengan kata lain, memandang makna bahasa yang bebas konteks (context independent). Pragmatik memandang makna bahasa menurut pemakainya, yang terikat oleh situasi dan konteks (context dependent). Sehubungan dengan penelitian ini, penulis lebih menitikberatkan pada kajian pragmatik.

b)     Konteks
Istilah Konteks dipergunakan untuk mengacu pada pemahaman antar tokoh (penutur dengan mitra tutur), tentang pengetahuan, pengalaman, persoalan yang dipraanggapkan, situasi, waktu, tempat, dan peristiwa. Atau dengan kata lain, semua latar belakang yang berkaitan dengan pengetahuan penutur dan mitra tutur. Dengan demikian, konteks tidak hanya mengacu ungkapan secara verbal sebagai konteks lingual (cotext), tetapi juga mengacu pada beberapa hal yang ada di luar bahasa, sebagai konteks non lingual (context).

c)       Praanggapan, Implikatur dan Inferensi

Makna pragmatik sebuah tuturan tidak selalu didapatkan dari tuturan yang sungguh-sungguh disampaikan oleh penutur. Dengan kata lain, makna yang tersurat dalam sebuah tuturan, tidaklah selalu sama dengan makna yang tersirat. Makna yang tersirat akan dapat diperoleh dengan mencermati konteks yang menyertai munculnya tuturan itu. Untuk dapat memahami sebuah konteks, diperlukan piranti yang berupa teori, yaitu ; Praanggapan, Implikatur, dan Inferensi.
Secara umum, penutur selalu merancang pesan-pesan bahasanya berdasarkan asumsi-asumsi, yang sudah diketahui oleh mitra tutur. Tentu saja asumsi itu dapat salah, tetapi asumsi-asumsi itu mendasari banyak hal dalam penggunaan bahasa. Apa yang diasumsikan oleh penutur, sebagai hal yang benar atau hal yang diketahui oleh mitra tutur, dapat disebut sebagai praanggapan (presupposition).
Sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang sebenarnya, bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut, dan bukan pula merupakan konskuensi logis dari tuturan itu, itulah yang disebut dengan implikatur.
Inferensi atau kesimpulan sering harus dibuat sendiri oleh mitra tutur, karena dia tidak tahu apa makna yang sebenarnya yang dimaksudkan oleh penutur. Karena jalan pikiran penutur berbeda dengan mitra tutur, akan memungkinkan kesimpulan mitra tutur meleset, atau bahkan salah sama sekali. Apabila hal ini terjadi, maka mitra tutur harus membuat inferensi lagi. Dalam hal ini Gumperz (dalam Kartomihardjo, 1993:31) menganjurkan untuk lebih banyak menggunakan kesimpulan yang bersifat pragmatik, dan bukannya yang logis saja.

Tindak tutur yang ditemukan dalam pagelaran ketoprak

Tindak tutur ‘Mengancam’ dan ‘Mendukung’
Konteks tuturan:
Tumenggung Wiroguno kebingungan dalam menghadapi keteguhan hati rara Mendut, sehingga dia meminta pendapat dari para pembantunya.
Bentuk tuturan:
Wirojoyo: “Menawi Mendut mboten purun, mopa kapundhut garwa, lha kadhawuhan mbayar pajeg. Mangke dangu-dangu lak nggih purun, saking pundi artanipun Kanjeng”
(Kalau Mendut tidak mau, menolak dijadikan isteri, disuruh membayar pajak. Nanti lama kelamaan khan bersedia, dari mana dia mendapatkan uang kanjeng).
Wiromantri: “Menika leres, leres ndara nggung. Kadhawuhan mbayar pajeg kemawon. Leres, leres kanjeng, dangu-dangu lak nggih keluh”
(Itu betul, betul ndara Nggung. Disuruh membayar pajak saja. Betul, betul kanjeng, lama kelamaan juga akan luluh).
Analisis tuturan:
Pendapat yang disampaikan Wirojoyo tersebut bukan merupakan pemberitahuan terhadap rara Mendut, tetapi lebih merupakan ancaman, karena dia akan dibebani untuk membayar pajak. Pajak mestinya hanya dibebankan kepada para pedagang, saudagar, atau bangsawan yang berpenghasilan tinggi, namun kini akan dibebankan kepada Mendut yang tidak mempunyai penghasilan apa-apa. Dengan diwajibkannya Mendut membayar pajak, jelas merupakan ancaman bagi Mendut. Dengan demikian, diharapkan Mendut mau menerima pinangan Tumenggung Wiroguno, karena Mendut tidak mungkin mampu membayar pajak. Pendapat Wirojoyo didukung oleh Wiromantri, yang membenarkan pendapat Wirojoyo. Dengan demikian, ancaman yang disampaikan Wirojoyo telah mendapatkan dukungan Wiromantri, dan diharapkan disetujui oleh Tumenggung Wiroguno.




Tindak tutur yang ditemukan dalam masyarakat

Tindak Tutur ‘Meminta bantuan’ dan ‘Menolak’
Konteks tuturan :
Ada seorang anak perempuan yang mengetahui saudaranya yang akan dioperasi, sehingga dia bercerita kepada bu lik dan bu dhenya.
Bentuk tuturan :
Anak perempuan : “Lik, jerene Dhe Sri, Mbak lis mripate kok ameh dioperasi.”
(Lik, katanya Dhe Sri matanya Mbak Lis akan dioperasi)
Bu Lik                 : “Lha kok? Jare wis ameh mari ndek iko.”
(Lha kok bisa? Katanya dulu sudah mau sembuh)
Bu Dhe                : “Halah. Barang ora gelem ngomong karo aku. Nek gelem ngomong nek ameh operasi dak tak kon ngeterna Kang No nek rumah sakit. Lha meneng ae hare, aku yo gak reti a.”
(Halah, orang nggak mau ngomong sama aku kok. Kalau mau ngomong kan bisa saya suruh Kang No untuk mangantarkannya. Lha, diam saja, aku ya nggak tau lah)

Analisis Tuturan  :
Ungkapan yang disampaikan oleh anak perempuan tersebut bukan merupakan pemberitahuan terhadap Bu Lik dan Bu Dhenya, melainkan permintaan tolong, karena dia mengetahui saudaranya yang akan dioperasi. Sedangkan Bu Dhenya malah mengatakan bahwa dia tidak tahu tentang masalah yang dihadapi Mbak Lis, padahal si anak perempuan sudah memberitahunya. Dia menolak secara halus dengan alasan tidak tahu karena Mbak Lis tidak datang sendiri dan meminta bantuan kepada bu dhenya. Namun, tidaklah mungkin jika Mbak Lis akan datang ke rumah bu dhenya karena dia sedang sakit. Maka, bu dhenya tidak mungkin memberi bantuan yaitu berupa antaran kerumah sakit.




Tindak tutur ‘Permisi’ dan ‘Mempersilahkan’

Konteks tuturan:
Sedang terjadi pertemuan antara Pak Lurah dan Carik, tiba-tiba kedatangan tamu yang sudah dikenal dengan baik.
Bentuk tuturan:
Sayekti: “Kula ingkang sowan pak.
(Saya yang datang pak).
Pak Lurah: Ya, ndang lungguh ! Kuwi segamu dipangan!
(Duduklah, itu makan nasimu).

Analisis tuturan:
Sayekti sebagai keponakan Pak Lurah menuturkan permisi‟ dengan cara cukup akrab, yaitu dengan mengatakan “kula ingkang sowan”. Pada umumnya, seseorang yang akan masuk ke rumah orang lain, akan mengatakan “kula nuwun” (permisi), namun bila antara penutur dengan mitra tutur sudah cukup akrab, maka tindak tutur permisi‟ akan sangat lazim memakai “kula ingkang sowan”. Pak Lurah dalam mempersilahkan tamunya juga dengan perkataan cukup akrab, yaitu langsung mempersilahkan duduk. Pada umumnya bagi tamu yang belum akrab akan dipersilahkan masuk dulu “mangga mlebet”, baru kemudian dipersilahkan duduk. Perbedaan ini hanya terjadi pada tingkat keakraban antara penutur dengan mitra tutur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar