Minggu, 29 Juni 2014

MAKNA BERSIH DESA



MAKALAH
MAKNA BERSIH DESA BAGI MASYARAKAT JAWA
Guna Memenuhi Tugas Akhir Semester Mata Kuliah Semantik
Dosen Pengampu :
Drs. Widodo

Oleh :
Silvia Oti Nugraheni
2601411004 / PBSJ
Rombel 1
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Semantik. Semoga makalah ini dapat berguna untuk pembaca pada umumnya.
Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada Bapak Drs. Widodo selaku dosen mata kuliah Semantik atas bimbingan dan pengarahan beliau selama penyusunan makalah ini, serta pihak-pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini, pada intinya untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan agar di masa yang akan datang bisa lebih baik lagi.
                                                                               

                                                                                 Semarang, Januari 2014
                                                                                                                                                                                                                                    Penulis





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam masyarakat Jawa banyak terdapat hal-hal yang masih berbau kejawen dan dekat dengan kemistisan. Selain itu, dalam sejarah kehidupan dan alam pikiran masyarakat Jawa, alam di sekitar masyarakat sangat berpengaruh dalm kehidupan sehari-hari. Alam sangat mempengaruhi pola pikir masyarakat, bahkan dalam hal mata pencaharian mereka. Sebagai contoh yang sangat sederhana, musim sangat berpengaruh pada mata pencaharian bercocok tanam. Mungkin karena kedekatan antara manusia dengan alam pulalah yang menyebabkan berkembangnya pemikiran mengenai fenomena kosmogoni dalam pemikiran masyarakat Jawa. Pemikiran tersebut kemudian melahirkan beberapa tradisi atau ritual yang berkaitan dengan penghormatan terhadap alam tempat hidup mereka, salah satunya adalah ritual bersih desa sebagai perwujudan rasa syukur atas karunia Tuhan Yang Maha Esa.
B.     Rumusan Masalah
Setelah melihat latar belakang tersebut, agar penelitian ini tidak terjadi kerancuan, maka penulis membatasi dan merumuskan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini.
1.      Apa makna diadakannya Ritual Bersih Desa bagi masyarakat Jawa?
2.      Bagaimana pandangan masyarakat Jawa mengenai Ritual Bersih Desa?
C.    Tujuan
1.      Mengetahui makna diadakannya Ritual Bersih Desa.
2.      Memahami pandangan masyarakat Jawa mengenai Ritual Bersih Desa.
                                                    

BAB III
PEMBAHASAN
3.1  Makna Ritual Bersih Desa Bagi Masyarakat Jawa    
Bersih desa merupakan tradisi turun temurun dalam kebudayaan suatu masyarakat sebagai wujud keharmonisan antara manusia dan alam, karena manusia dan alam merupakan suatu kesatuan. Selain itu, juga sebagai wujud rasa syukur atas karunia Tuhan Yang Maha Esa baik dari hasil panen yang melimpah, kesehatan dan kesejahteraan. Hubungan dua elemen tersebut seakan tidak bisa lepas satu sama lain. Pada jaman modern seperti saat ini, alam seakan menjadi objek untuk meneguhkan dan meneruskan kehidupan manusia. Misalnya, alam yang rusak dan sampah yang berserakan dimana-mana, berakibat pada sering terjadinya bencana alam yang memakan banyak korban jiwa. Disinilah diperlukan pemahaman dan kesadaran manusia tentang alam tempat tinggalnya.
Masyarakat Jawa begitu menghargai alam yang terbukti dengan adanya ritual bersih desa sebagai bentuk atau perwujudan penghormatan manusia terhadap alam. Menurut Frans Magnis Suseno, manusia dengan alam memiliki hubungan yang terbina erat karena kehidupan manusia bermula dari alam. Hal ini dapat dibuktikan dengan mata pencaharian masyarakat yang erat kaitannya dengan alam, katakan saja seperti petani, pekebun, dan peternak mereka hidup dari alam. Para petani mengolah alam untuk menghasilkan bahan makanan.    
Waktu dilaksanakannya juga tidak sembarangan ditentukan, melainkan ada hari-hari tertentu dalam penanggalan kalender Jawa yang merupakan hari sakral untuk melaksanakan ritual bersih desa. Ritual bersih desa tidak selalu sama pada masing-masing daerah atau desa, karena memang leluhur yang membawa tradisi tersebut berbeda pada setiap daerah. Sesajen (persembahan) dan peralatan yang dipergunakan untuk melakukan upacara pun  berbeda, menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada di daerah masing-masing dan kebutuhan akan hal tersebut yang memang berbeda-beda.
Ritual bersih desa ini dilaksanakan setiap setahun sekali dan terdiri dari beberapa tahapan, yakni biasanya diawali dengan kegiatan kerja bakti membersihkan lingkungan yang dilaksanakan oleh seluruh warga masyarakat, misalnya memperbaiki jalan atau gang-gang, membersihkan selokan, memperbaiki pos ronda agar terlihat rapi dan bersih. Selain itu, para warga juga membersihkan makam-makam keluarga dan juga makam yang dianggap keramat, terutama makam leluhur, sosok atau tokoh yang pernah menjadi panutan warga masyarakat desa tersebut. Tujuannya tidak lain adalah untuk membersihkan halangan atau kesusahan yang ada (resik sukerta/sesuker) agar kehidupan seluruh warga menjadi tenang dan tentram. Kemudian dilanjutkan dengan persiapan upacara adat yang dilaksanakan sebagai wujud syukur dan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kesejahteraan dan kesehatan yang diberikan kepada warga desa. Para warga meletakkan sesaji di setiap titik pusat desa, tempat-tempat keramat, tempat-tempat yang berkaitan dengan air (sumur, sungai, mata air), batas-batas desa (utara, selatan, barat, timur), setiap perempatan dan pertigaan di wilayah tersebut.
Kegiatan ini biasanya diiringi dengan acara kirab yaitu arak-arakan atau iringan yang menyertai perjalanan upacara adat menuju tempat yang dianggap keramat dan dibawa pula sesaji yang berasal dari hasil panen warga desa yang dipersembahkan kepada leluhur sebagai simbol kesejahteraan yang mereka peroleh selama setahun.
Adapun sesaji yang menjadi bagian dari kegiatan upacara adat ini yang akan dibagi diperebutkan oleh warga desa yang percaya bahwa sesaji tersebut bisa mendatangkan berkah. Pada umumnya sesaji yang dipergunakan antara lain :
§  Nasi Gurih, sebagai persembahan kepada para leluhur
§  Ingkung, sebagai lambang manusia letika masih bayi dan sebagai lambang kepasrahan kepada Tuhan Yang Maha Esa
§  Jajan Pasar, sebagai lambang agar masyarakat mendapat berkah
§  Pisang Raja, sebagai lambang harapan agar mendapat kemuliaan dalam masa kehidupan
§  Nasi Ambengan, sebagai ungkapan syukur atas rejeki yang telah diberikan Tuhan Yang Maha Esa
§  Jenang, berupa jenang merah putih (lambang bapak dan ibu) dan jenang palang (penolak marabahaya)
§  Tumpeng, berupa tumpeng lanang (lambang Yang Maha Agung) dan tumpeng wadon (lambang penghormatan kepada leluhur) yang ukurannya lebih kecil
§  Ketan Kolak Apem, untuk memetri pada dhanyang yang ada di wilayah desa tersebut
Ritual bersih desa ini biasanya ditutup dengan acara pagelaran kesenian, seperti wayang kulit dengan lakon “Makukuhani”, “Sri Mulih”, atau “Sri Boyong” yang mengisahkan legenda Dewi Sri sebagai lambang kemakmuran agar terus bersemayam di desa tersebut.
        
3.2  Pandangan Masyarakat Jawa Mengenai Ritual Bersih Desa
Bersih desa atau rasulan adalah sebuah ritual dalam masyarakat kita. Bersih desa merupakan warisan dari nilai-nilai luhur lama budaya yang menunjukkan bahwa manusia menyatu dengan alam. Ritual ini dimaksudkan sebagai bentuk penghargaan masyarakat terhadap alam yang menghidupi mereka.
Dalam ritual bersih desa, adapun sesajen sebagai simbol penghormatan kepada Gusti Yang Maha Agung. Sebab, masyarakat Jawa percaya dengan kekuatan di luar mereka. Inilah cara pandang kosmos masyarakat Jawa. Sesajen, diwujudkan dengan beberapa makanan sebagai simbol bersyukur kepada alam yang telah memberikan kecukupan.
Jika kita memakai perspektif (sudut pandang) budaya, dalam konsep pelestarian, ritual hajat bumi dilakukan sebagai langkah untuk terus mempertahankan tradisi yang turun temurun diterima warga. Menurut Frans Magnis Suseno, masyarakat Jawa adalah masyarakat religius. Perilaku kesehariannya dipengaruhi oleh pemikiran spiritualitas.
Upacara bersih desa itu sendiri sering dikaitkan dengan cerita Dewi Sri yaitu sebagai dewanya para petani. Karena menurut masyarakat keberhasilan panen itu adalah pemberian dari Dewi Sri yang senantiasa menjaga tanaman mereka dari hama dan gangguan lainnya. Upacara tersebut timbul karena adanya dorongan perasaan  manusia untuk melakukan berbagai perbuatan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib (perilaku keagamaan).
Upacara bersih desa itu merupakan sistem aktivitas atau rangkaian tindakan terstruktur yang ditata oleh adat yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan upacara bersih desa tidak lepas dari interaksi sosial masyarakat karena interaksi sosial melibatkan banyak orang sehingga mempunyai hubungan timbal balik antara pelaku dan upacara yang akan dilakukan serta unsur-unsur yang mendukungnya. Oleh karena itu interaksi sosial menjadi faktor terpenting dalam hubungan dengan orang lain dan menyangkut keberhasilan suatu upacara, hal ini menunjukkan adanya gotong-royong dan kerja sama.
Adat dan budaya manusia tidak dapat dipungkiri peranannya sebagai ritual atau kepercayaan masyarakat. Sedangkan nilai yang dipahami oleh masyarakat dari upacara adat bersih desa antara lain :
a.       Nilai kebersamaan/sosial, yaitu masyarakat secara bersama-sama bekerja bakti membersihkan makam dan membuat umbul-umbul sehingga kebersamaan antar mereka tetap terjalin dengan baik.
b.      Nilai religi, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan dapat terjalin dengan baik jika mereka menjalankan agama dan tradisi upacara bersih desa setiap tahunnya.
c.       Nilai keamanan, yaitu masyarakat bisa terbebas dari pageblug dan seluruh desa akan merasa aman.
d.      Nilai ekonomi, yaitu dengan tetap melaksanakan upacara masyarakat akan lebih mudah dan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, serta hasil panen akan meningkat di tahun depan.
Tujuan diadakannya bersih desa antara lain :
a.       Sebagai perwujudan syukur kepada Tuhan yang telah memberikan hasil panen yang melimpah.
b.      Sebagai wujud ungkapan terima kasih kepada Dewi Sri yang telah menjaga tanaman-tanaman pertanian sehingga terhindar dari hama.
c.       Untuk menjaga keselamatan para warga desa dari gangguan hal-hal gaib seperti roh atau arwah yang masih gentayangan.
d.      Agar terhindar dari gangguan-gangguan penyakit, keamanan, dan bencana.
e.       Untuk sarana membersihkan desa dan warganya dari musibah atau kesengsaraan, agar desa tersebut menjadi aman dan tenteram.
                                                                                                             








BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1  Simpulan
Bersih desa adalah pernyataan masyarakat terhadap identitas, akar budaya, dan idealism melalui pengalaman otentik orisinal komunitas, dimana komunitas menjadi pencipta budayanya sendiri, bukan hanya menjadi manusia yang terhigemoni yang hanya menjadi konsumen.

4.2  Saran
Untuk mempertahankan kebudayaan masyarakat Jawa,  maka  lestarikan dan tetap menghargai tradisi masyarakat Jawa sendiri.










DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.

















LAMPIRAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar