“MAKNA DALAM SESAJI SEKAR JAGAD”
Guna
Memenuhi Tugas Akhir Semester Mata Kuliah Semantik
Dosen
Pengampu: Drs. Widodo, M.Pd.
Oleh
Paskagitaning
Darmastuti
2601411024
/ PBSJ
Rombel
3
FAKULTAS BAHASA DAN
SENI
UNIVERSITAS NEGERI
SEMARANG
2014
Upacara
tradisional khususnya orang jawa tak lepas dari sebuah sesaji. Semua jenis
sesaji yang dihaturkan atau dipersembahkan mempunyai arti tersendiri.
Begitupula dengan sesaji sekar jagad yang pastinya juga mempunyai bentuk dan
makna tersendiri dalam penyajianya. Sesaji sekar jagad pertama kali ditemukan
oleh seorang spiritual dari pamenang Kediri salah satu juru kunci dari makam
raja Sri Aji Jayabaya yang bernama Ki Bambang Jolodoro. Beliau, menjalani laku
spiritual telah bertahun-tahun lamanya dari tempat satu ke tempat yang lain.
Atas tuntunan dari leluhur dan alam semesta, pada saat Ki Bambang Jolodoro
melakukan laku spiritual di Gunung Lawu beliau di tuntun untuk merangakai
sebuah sesaji sekar jagad. Banyak hal-hal ganjil yang dinilai manusia tidak
masuk akal pada saat kejadian laku tersebut. Atas berkat Tuhan Yang Maha Esa
sesaji sekar jagad sekar sudah merambah keseluruh penjuru Nusantara dengan
maksud dan tujuan tertentu.
1. Apa makna sesaji segar
jagad bagi orang Jawa ?
2. Apa
fungsi yang terkandung dalam Sesaji Sekar Jagad ?
3. Bagaimana rincian ubarampe
yang ada dalam Sesaji Sekar Jagad ?
1. Mengetahui
makna sesaji
segar jagad bagi orang Jawa
2. Mengetahui
fungsi yang terkandung dalam Sesaji Sekar Jagad
3. Mengetahui
rincian ubarampe yang ada dalam Sesaji Sekar Jagad
Sekar
Jagad dalam arti bahasa adalah sekar yang berarti Bunga, sedangkan jagad adalah
bumi/dunia. Jadi, sekar jagad dapat diartikan sebagai bunga dunia. Berbagai
bunga dan tanaman tumbuh dimuka bumi ini namun hanya beberapa bunga yang
disatukan dan dirangkai untuk menjadi sebuah sesaji sekar jagad. Sedangkan
sesaji sendiri adalah sebuah bentuk persembahan kepada leluhur, alam semesta
karena hajat yang berkaitan dengan problem dum-duman “pembagian” terhadap
kenikmatan dan juga keslamatan.
Sesaji sekar jagad adalah sebuah
rangkaian sesaji yang ditunjukan oleh alam semesta, nyai bumi, kaki bumi, nyai dhanyang , eyang dhanyang, kumara
dhanyang, dan para punden leluhur dengan
mengharapkan kelanggengan jagad dan
pengayoman dari Tuhan Yang Maha Esa.
Berkembangnya pola
hidup modernisasi di Indonesia menjadikan bentuk tradisi daerah dan laku
spiritual semakin ditinggalkan. Bahkan yang parahnya lagi banyak orang yang tak
memperdulikan ataupun menganggap remeh peninggalan-peninggalan para leluhur
dalam bentuk karya ataupun sebuah tempat yang diangap kramat semisal candi,
sendang, punden dll. Energy-energi alam semakin tertutup dengan tumbuhnya
modernisasi yang mengakibatkan ketidak seimbangnya antara manusia dan alam.
Untuk itu sesaji sekar jagad disajikan salah satu fugsi yang utama adalah untuk
membuka kembali aura-aura atau energy positif yang terkandung dalam alam
nusantara ini.
Bentuk-bentuk
ritual yang dewasa ini telah menggunakan sesaji sekar jagad antara lain sesaji
alam, sesaji leleuhur, jamasan pusaka, ruwatan, acara-acara tradisi (wayangan,
tari, kethoprak, klenengan, dll) dan juga acara pribadi seorang (kelahiran,
pernikahan, mitoni, dll). Sesaji sekar jagad diyakini dapat membuka aura
positif dalam diri manusia maupun alam sekitar kita sehingga manusia bisa hidup
harmonis dengan alam dan lingkungan sekitar.
Keyakinan
akan perluanya sebuah bentuk sesaji / persembahan kepada alam, masyarakat Jawa
muncul secara cultural sebagai akal budi kesadaran jiwa. Betapa pentinya hidup
bersih dan mulia secara luas. Selalu mawas diri, menilai dan mengkoreksi
perbuatan sehari-hari yang disengaja maupun tidak, atau pengaruh karena
lingkungan. Dengan melakukan intropeksi diri terus-menerus sehingga tercapainya
kwalitas diri yang diharapkan mencapai keharmonisan damai sejahtera dan indah
sebagai insan hamba Allah. Masyarakat Jawa percaya bukan hanya badan yang
dibersihkan tetapi jiwa, akhlak, dan mental perlu disucikan supaya tidak mudah
dihancurkan oleh sang waktu, sang kala (bethara
kala). Begitu juga sebenarnya badan kita perlu semua dibersihkan dan
diperbaharui untuk dapat bertahan menghadapi sang waktu, sang kala (bethara kala). Itulah yang disebut
bersih diri meruwat sekaligus buka aura, sinar dari badan memancar.
Dalam rangkaian sesaji sekar jagad
terdapat tali panguripan, gusti, sang hyang, leluhur, saksi, kunci goib,
sandikala, dan leluhuring luhur.
Adalah
beberapa simbol atau lambing yang dirangkai menggunakan janur dan tidak dapat
digantikan dengan yang lain. Karena janur mempunyai makna “Nur” yang dalam arti
adalah cahaya. Jadi dari tali panguripan akan menjadikan sebuah cahaya
kehidupan atau jalan cahaya kehidupan dalam setiap diri insani. Janur juga
digunakan sebagai takir / wadah dalam seluruh sesaji sekar jagad diharapkan
seluruh sesaji dapat memancarkan cahaya atau nur. Dalam penyajian tali
Panguripan selalu disandingkan dengan bunga sedap malam, yang bagaimana bunga
sedap malam selalu memancarkan aroma harum. Dapat diartikan bahwa jalan hidup
manusia dalam tali panguripan akan selalu memberikan keharuman dalam tingkah
laku yang dilakukan setiap insane baik jiwa, raga, lahir batin kepada
sesamaning agesang. Adapun beberapa tali panguripan yang mendasar dari terdiri
dari : tali pancer, tali wangke, tali wangsul, rasa tali dan tali rasa.
Tali
pancer yang menjalar keatas melambangkan kita untuk saelalu ingat bahwa hidup
manusia jiwa, raga, dan sukma untuk selalu menyatu dan menyembah kepada Tuhan
YME. Tali Wangsul : yang melambangkan bahwa manusia akan “wangsul” / pulang
kembali kepada sang pencipta untuk itu agar selalu intropeksi dan mawas diri.
Tali wangke : makna dari symbol ini adalah bahwa siapapun manusia adalah hidup
menetepi kodrat dari sang ilahi. Tali Rasa : makna dari symbol ini adalah
manuggalnya rasa antara jiwa, raga dan sukma untuk tetap golong-giling dalam
menjalani kehidupan dengan memahayu hayuning diri. Sedangkan Rasa Tali adalah
adalah melambangkan sikap untuk hidup dalam kebersamaan antara manusia, hewan
dan tumbuhan, dan juga dunia goib/ dunia kasatmata untuk selalu memayu hayuning
Bawana.
Foto 1 ; sesaji Tali Panguripan beserta sedap malam.
Rincian
dalam penyajian sesaji Gusti antara lain : kenanga 9, kantil putih 11, kantil
kuning 11, mawar merah 9, sedap malam 9, melati secukupnya.
Sesaji
Gusti adalah sesaji yang pertama kali disajikan yaitu untuk symbol kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Pertama kali untuk merangkai sesaji Gusti adalah dengan kantil
putih dan kuning yang menjuru ke delapan arah mata angin. Dengan makna bahwa sembah kepada Tuhan akan
penguasa dan terciptanya jagad wetan, jagad kulon, jagad, kidul, jagad lor
disetiap penjuru dunia. Sembilan sekar kenanga melambangkan bagaimana adek-adek
dalam diri manusia. Sembilan mawar merah melambangkan akan kehidupan yang
jumlah maksimal angka dasar, dari sembilan elemen dalam kehidupan dalam diri
manusia. Sembilan petik Sedap malam menjalur keatas dengan tujuan setiap elemen
kehidupan selalu memberikan sifat harum. Tiga kantil kuning dan putih menjalur
keatas untuk menyatukan jiwa, raga dan sukma.
Dalam ajaran agama angka tiga adalah angka sepesial, dalam ajaran islam
angka tiga merupakan sunnah rosulullah, sedangkan dalam ajaran nasrani yaitu
dikenalnya Yesus, Bunda Maria dan Allah. Sedangkan mereka yang memeluk Budhis dan
Hindu dikenalnya Tri Tunggal maupun Tri Darma. Yang semua itu mempunyai makna
dan tujuan yang sama. Jumlah kanthil putih dan kuning seluhrunya adalah sebelas
sebagaimana mempunyai arti meminta kawelasan dari Tuhan sang pencipta. Melati
dalam sesaji adalah sebagai keseimbangan, begitu pula dalam setiap diri manusia
harus memperhatikan akan keseimbangan dalam segala kehidupan.
Foto
2 : sebuah bentuk sesaji Gusti yang disajikan diatas pasir parangtritis.
Rincian
dalam penyajian sesaji Sang Hyang antara lain : kenanga 9, mawar merah 7, sedap
malam 7, kantil putih 3, kantil kuning 3, melati secukupnya dan air secukupnya.
Penyajian sesaji Sang Hyang ini
berbeda dengan macam-macam sesaji sekar jagad yang lain. Dalam sesaji ini
mengunakan wadah dalam berbentuk seperti bokor atau gendok” dengan maksud dan
makna bahwa dalam sesaji tersebut dalam sebuah wadah yang wengku semua
kehidupan. Sesaji tersebut ditujukan kepada Sang Hyang Jagad nata yang dalam
ajaran orang jawa dikenal dengan Nyai Bumi, Kaki Bumi, Nyai Alas, Kaki Alas,
Nyai Dhanyang, Kaki Dhanyang, Kumara Dhanyang. Sesaji ini adalah bentuk ucapan
terimakasih kepada Sang Hyang yang telah menjaga semua elemen di alam ini.
Gendok/bokor yang terbuat dari tanah melambangkan Nyai Bumi dan Kaki Bumi selalu
menjaga keseimbangan didunia. Wujud terimakasih kepada Tuhan yang ditunjukan
kedapa dewa dan dewi air yang selalu memberikan sumber kehidupan bagi makhluk
hidup. Mawar merah dan sedap malam yang berjumlah tujuh dengan maksud meminta
“pitulung, pituduh, piwulang” untuk
menetapi hidup didunia ini.
Foto 3 : sesaji Sang
Hyang
Kenanga
9, mawar merah 9, kantil putih 9. Sesaji leluhur yaitu ditunjikan kepada para
lelehur para penden yang selalu mendampingi kepada anak cucunya menjalani hidup
didunia. Sesaji ini biasanya disajikan setiap ada ritual di punden atau makam
para leluhur. Jumlah sembilan dari sesaji ini diharapkan bisa menjadikan
kasampurnaning ngaurip bagi mereka yang masih hidup. Para leluhur juga
diharapkan selalu mendoakan dan menuntun bagi anak cucunya agar selalu
mendapatkan keselamatan.
Foto 4 : sesaji leluhur
Mawar
merah dan mawar putih masing-masing 1. Sesaji saksi mengandung arti bahwa itu
adalah saksi kita hidup dialam dunia. Mawar merah dapat diartikan sebagai
perempuan sedangkan mawar putih diartikan sebagai laki-laki. Mawar merah putih
dalam sesaji melambangkan bubur merah putih yang mengandung banyak makna
didalamnya. Putih dapat diartikan sebagai suci yaitu jiwa dalam diri manusia
dan merah diartikan sebagai semangat jiwa raga manusia.
Mawar
merah 1 dan melati secukupnya. Sesaji kunci goib disini adalah sebagai pembuka
atau kunci kealam kasat mata atau alam goib yang sebagaimana selalu hidup
berdampingan dengan manusia. Seluruh penjuru dan elemen yang ada dalam seluruh
penjuru dunia ini tak lepas dari hal goib.
Tembakau,
sirih, injet, gambir dan juga beserta rokok slobot
Kenanga
17, mawar putih 2, mawar merah 25, sedap malam 7, kantil putih 3, kantil kuning
3.
Sesaji
sandi kala dalam penyusunan dan penyajian membutuhkan ketelitian dan persiapan
yang lain dari sesaji yang lain, karena dalam sesaji ini tergolong rumit dalam
menyusun dan menyajikan. Makna dalam sesaji ini pun juga sangat berbeda dengan
sesaji-sesaji yang lain karena mencakup dari semua sesaji sekar jagad tercakup
dalam sandikala ini. Namun dalam penyajianya sandikala tidak bisa disajikan
sendiri dan harus ada sesaji-sesaji yang lain tersebut diatas. Sedangkan sesaji
yang lain boleh dengan tidak menggunakan sesaji sandikala ini. Fungsi dari
sesaji ini adalah untuk mendaftarkan hajat atau penggayuh agar diberi kemudahan, kelancaran dan dijauhkan dari sengkala,
tertunjuk kepada Tuhan dan seluruh alam yang mengku jagad baik Sang Hyang / Dewa dan para punden.
Terdiri dari 2 gelas yang berisikan
air didalamnya terdapat bunga kenanga masing-masing 7 dan 9, dan setiap gelas
terdiri dari satu kantil putih dan kuning.
Sesaji
ini merupakan sebuah sesaji pelengkap namun juga sangat penting dalam
penyajiannya. Dalam penyajianya mengunakan gelas yang diisi dengan air yang
didalamya terdapat sekar kenanga masing-masing sembin dan tujuh dengan sepasang
kanthil putih dan kuning melambangkan sebagai akan selalu hidupnya para leluhur
dialam sana. Jumlah yang demikian mengandung arti bahwa para leluhur selalu
memberikan petunjuk jalan kepada anak cucunya sebagaimana mereka telah hidup
didunia lebih duluan. Para anak cucu kita wajib untuk mengenal para leluhur
kita dalam pepatah jawa “lali sumber mundak amber” siapa yang tidak tahu sumber
akan diri celaka.
Seluruh sesaji sekar jagad dapat
juga dengan beberapa sesaji pelengkap seperti “kembang macan kerah, kembang
setaman, kembang telon, kembang liman, cok bakal “dan lain-lain yang mendukung
akan hajat, tujuan, makna dari sebuah persemabahan sesaji. Pada dasarnya
menyajikan sebuah persembahan sesaji diyakini dengan sepenuh hati dengan tidak
bertentangan dengan akidah agama. Penyajian sesaji sekar jagad mampu mendisain
seni ritual yang religius sehingga tanpa disadari proses pagelaran ritual
sesaji sekar jagad sendiri merupakan kolaborasi mantra-mantra dan persembahan
sebuah sesaji pada frekuwensi tertentu terjadilah menejemen metafisika, itulah
yang disebut mangejowantahnya Sang Hyang Adi luhung.
Jadi
sesaji sekar jagad dapat diartikan sebagai sebuah rangkaian persembahan yang
telah dirangkai untuk dipersembahkan kepada alam semesta dengan meminta berkah
akan keselamatan agar dapat memahami kehidupannya dengan baik sesuai adat
istiadat dan warisan budaya dari nenek moyang dan para leluhur.
Dengan
melakukan intropeksi diri terus-menerus sehingga tercapainya kwalitas diri yang
diharapkan mencapai keharmonisan damai sejahtera dan indah sebagai insan hamba
Allah. Masyarakat Jawa percaya bukan hanya badan yang dibersihkan tetapi jiwa,
akhlak, dan mental perlu disucikan supaya tidak mudah dihancurkan oleh sang
waktu, sang kala (bethara kala).
Rincian
sesaji sekar jagad adalah Tali Panguripan, Gusti, Sang Hyang, Leluhur, Saksi,
Kunci goib, Kinangan, Sandikala, Leluhuring luhur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar