Minggu, 29 Juni 2014

MAKALAH SEMANTIK




 “MAKNA DALAM SESAJI SEKAR JAGAD”
Guna Memenuhi Tugas Akhir Semester Mata Kuliah Semantik
Dosen Pengampu: Drs. Widodo, M.Pd.


Oleh
Paskagitaning Darmastuti
2601411024 / PBSJ
Rombel 3


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014




.. 9

1.1.      Latar Belakang
Upacara tradisional khususnya orang jawa tak lepas dari sebuah sesaji. Semua jenis sesaji yang dihaturkan atau dipersembahkan mempunyai arti tersendiri. Begitupula dengan sesaji sekar jagad yang pastinya juga mempunyai bentuk dan makna tersendiri dalam penyajianya. Sesaji sekar jagad pertama kali ditemukan oleh seorang spiritual dari pamenang Kediri salah satu juru kunci dari makam raja Sri Aji Jayabaya yang bernama Ki Bambang Jolodoro. Beliau, menjalani laku spiritual telah bertahun-tahun lamanya dari tempat satu ke tempat yang lain. Atas tuntunan dari leluhur dan alam semesta, pada saat Ki Bambang Jolodoro melakukan laku spiritual di Gunung Lawu beliau di tuntun untuk merangakai sebuah sesaji sekar jagad. Banyak hal-hal ganjil yang dinilai manusia tidak masuk akal pada saat kejadian laku tersebut. Atas berkat Tuhan Yang Maha Esa sesaji sekar jagad sekar sudah merambah keseluruh penjuru Nusantara dengan maksud dan tujuan tertentu.

1.2.      Rumusan Masalah
1.      Apa makna sesaji segar jagad bagi orang Jawa ?
2.      Apa fungsi yang terkandung dalam Sesaji Sekar Jagad ?
3.      Bagaimana rincian ubarampe yang ada dalam Sesaji Sekar Jagad ?

1.3.      Tujuan
1.      Mengetahui makna sesaji segar jagad bagi orang Jawa
2.      Mengetahui fungsi yang terkandung dalam Sesaji Sekar Jagad
3.      Mengetahui rincian ubarampe yang ada dalam Sesaji Sekar Jagad







            Sekar Jagad dalam arti bahasa adalah sekar yang berarti Bunga, sedangkan jagad adalah bumi/dunia. Jadi, sekar jagad dapat diartikan sebagai bunga dunia. Berbagai bunga dan tanaman tumbuh dimuka bumi ini namun hanya beberapa bunga yang disatukan dan dirangkai untuk menjadi sebuah sesaji sekar jagad. Sedangkan sesaji sendiri adalah sebuah bentuk persembahan kepada leluhur, alam semesta karena hajat yang berkaitan dengan problem dum-duman “pembagian” terhadap kenikmatan dan juga keslamatan.
            Sesaji sekar jagad adalah sebuah rangkaian sesaji yang ditunjukan oleh alam semesta, nyai bumi, kaki bumi,  nyai dhanyang , eyang dhanyang, kumara dhanyang, dan para punden leluhur  dengan mengharapkan  kelanggengan jagad dan pengayoman dari Tuhan Yang Maha Esa.
Berkembangnya pola hidup modernisasi di Indonesia menjadikan bentuk tradisi daerah dan laku spiritual semakin ditinggalkan. Bahkan yang parahnya lagi banyak orang yang tak memperdulikan ataupun menganggap remeh peninggalan-peninggalan para leluhur dalam bentuk karya ataupun sebuah tempat yang diangap kramat semisal candi, sendang, punden dll. Energy-energi alam semakin tertutup dengan tumbuhnya modernisasi yang mengakibatkan ketidak seimbangnya antara manusia dan alam. Untuk itu sesaji sekar jagad disajikan salah satu fugsi yang utama adalah untuk membuka kembali aura-aura atau energy positif yang terkandung dalam alam nusantara ini.
Bentuk-bentuk ritual yang dewasa ini telah menggunakan sesaji sekar jagad antara lain sesaji alam, sesaji leleuhur, jamasan pusaka, ruwatan, acara-acara tradisi (wayangan, tari, kethoprak, klenengan, dll) dan juga acara pribadi seorang (kelahiran, pernikahan, mitoni, dll). Sesaji sekar jagad diyakini dapat membuka aura positif dalam diri manusia maupun alam sekitar kita sehingga manusia bisa hidup harmonis dengan alam dan lingkungan sekitar.
Keyakinan akan perluanya sebuah bentuk sesaji / persembahan kepada alam, masyarakat Jawa muncul secara cultural sebagai akal budi kesadaran jiwa. Betapa pentinya hidup bersih dan mulia secara luas. Selalu mawas diri, menilai dan mengkoreksi perbuatan sehari-hari yang disengaja maupun tidak, atau pengaruh karena lingkungan. Dengan melakukan intropeksi diri terus-menerus sehingga tercapainya kwalitas diri yang diharapkan mencapai keharmonisan damai sejahtera dan indah sebagai insan hamba Allah. Masyarakat Jawa percaya bukan hanya badan yang dibersihkan tetapi jiwa, akhlak, dan mental perlu disucikan supaya tidak mudah dihancurkan oleh sang waktu, sang kala (bethara kala). Begitu juga sebenarnya badan kita perlu semua dibersihkan dan diperbaharui untuk dapat bertahan menghadapi sang waktu, sang kala (bethara kala). Itulah yang disebut bersih diri meruwat sekaligus buka aura, sinar dari badan memancar.
Dalam rangkaian sesaji sekar jagad terdapat tali panguripan, gusti, sang hyang, leluhur, saksi, kunci goib, sandikala, dan leluhuring luhur.
Adalah beberapa simbol atau lambing yang dirangkai menggunakan janur dan tidak dapat digantikan dengan yang lain. Karena janur mempunyai makna “Nur” yang dalam arti adalah cahaya. Jadi dari tali panguripan akan menjadikan sebuah cahaya kehidupan atau jalan cahaya kehidupan dalam setiap diri insani. Janur juga digunakan sebagai takir / wadah dalam seluruh sesaji sekar jagad diharapkan seluruh sesaji dapat memancarkan cahaya atau nur. Dalam penyajian tali Panguripan selalu disandingkan dengan bunga sedap malam, yang bagaimana bunga sedap malam selalu memancarkan aroma harum. Dapat diartikan bahwa jalan hidup manusia dalam tali panguripan akan selalu memberikan keharuman dalam tingkah laku yang dilakukan setiap insane baik jiwa, raga, lahir batin kepada sesamaning agesang. Adapun beberapa tali panguripan yang mendasar dari terdiri dari : tali pancer, tali wangke, tali wangsul, rasa tali dan tali rasa.
Tali pancer yang menjalar keatas melambangkan kita untuk saelalu ingat bahwa hidup manusia jiwa, raga, dan sukma untuk selalu menyatu dan menyembah kepada Tuhan YME. Tali Wangsul : yang melambangkan bahwa manusia akan “wangsul” / pulang kembali kepada sang pencipta untuk itu agar selalu intropeksi dan mawas diri. Tali wangke : makna dari symbol ini adalah bahwa siapapun manusia adalah hidup menetepi kodrat dari sang ilahi. Tali Rasa : makna dari symbol ini adalah manuggalnya rasa antara jiwa, raga dan sukma untuk tetap golong-giling dalam menjalani kehidupan dengan memahayu hayuning diri. Sedangkan Rasa Tali adalah adalah melambangkan sikap untuk hidup dalam kebersamaan antara manusia, hewan dan tumbuhan, dan juga dunia goib/ dunia kasatmata untuk selalu memayu hayuning Bawana.
Foto 1 ; sesaji Tali Panguripan beserta sedap malam.
Rincian dalam penyajian sesaji Gusti antara lain : kenanga 9, kantil putih 11, kantil kuning 11, mawar merah 9, sedap malam 9, melati secukupnya.
Sesaji Gusti adalah sesaji yang pertama kali disajikan yaitu untuk symbol kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pertama kali untuk merangkai sesaji Gusti adalah dengan kantil putih dan kuning yang menjuru ke delapan arah mata angin.  Dengan makna bahwa sembah kepada Tuhan akan penguasa dan terciptanya jagad wetan, jagad kulon, jagad, kidul, jagad lor disetiap penjuru dunia. Sembilan sekar kenanga melambangkan bagaimana adek-adek dalam diri manusia. Sembilan mawar merah melambangkan akan kehidupan yang jumlah maksimal angka dasar, dari sembilan elemen dalam kehidupan dalam diri manusia. Sembilan petik Sedap malam menjalur keatas dengan tujuan setiap elemen kehidupan selalu memberikan sifat harum. Tiga kantil kuning dan putih menjalur keatas untuk menyatukan jiwa, raga dan sukma.  Dalam ajaran agama angka tiga adalah angka sepesial, dalam ajaran islam angka tiga merupakan sunnah rosulullah, sedangkan dalam ajaran nasrani yaitu dikenalnya Yesus, Bunda Maria dan Allah. Sedangkan mereka yang memeluk Budhis dan Hindu dikenalnya Tri Tunggal maupun Tri Darma. Yang semua itu mempunyai makna dan tujuan yang sama. Jumlah kanthil putih dan kuning seluhrunya adalah sebelas sebagaimana mempunyai arti meminta kawelasan dari Tuhan sang pencipta. Melati dalam sesaji adalah sebagai keseimbangan, begitu pula dalam setiap diri manusia harus memperhatikan akan keseimbangan dalam segala kehidupan.
Foto 2 : sebuah bentuk sesaji Gusti yang disajikan diatas pasir parangtritis.
Rincian dalam penyajian sesaji Sang Hyang antara lain : kenanga 9, mawar merah 7, sedap malam 7, kantil putih 3, kantil kuning 3, melati secukupnya dan air secukupnya.
            Penyajian sesaji Sang Hyang ini berbeda dengan macam-macam sesaji sekar jagad yang lain. Dalam sesaji ini mengunakan wadah dalam berbentuk seperti bokor atau gendok” dengan maksud dan makna bahwa dalam sesaji tersebut dalam sebuah wadah yang wengku semua kehidupan. Sesaji tersebut ditujukan kepada Sang Hyang Jagad nata yang dalam ajaran orang jawa dikenal dengan Nyai Bumi, Kaki Bumi, Nyai Alas, Kaki Alas, Nyai Dhanyang, Kaki Dhanyang, Kumara Dhanyang. Sesaji ini adalah bentuk ucapan terimakasih kepada Sang Hyang yang telah menjaga semua elemen di alam ini. Gendok/bokor yang terbuat dari tanah melambangkan Nyai Bumi dan Kaki Bumi selalu menjaga keseimbangan didunia. Wujud terimakasih kepada Tuhan yang ditunjukan kedapa dewa dan dewi air yang selalu memberikan sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Mawar merah dan sedap malam yang berjumlah tujuh dengan maksud meminta “pitulung, pituduh, piwulang”  untuk menetapi hidup didunia ini.
Foto 3 : sesaji Sang Hyang

Kenanga 9, mawar merah 9, kantil putih 9. Sesaji leluhur yaitu ditunjikan kepada para lelehur para penden yang selalu mendampingi kepada anak cucunya menjalani hidup didunia. Sesaji ini biasanya disajikan setiap ada ritual di punden atau makam para leluhur. Jumlah sembilan dari sesaji ini diharapkan bisa menjadikan kasampurnaning ngaurip bagi mereka yang masih hidup. Para leluhur juga diharapkan selalu mendoakan dan menuntun bagi anak cucunya agar selalu mendapatkan keselamatan.
Foto 4 : sesaji leluhur
Mawar merah dan mawar putih masing-masing 1. Sesaji saksi mengandung arti bahwa itu adalah saksi kita hidup dialam dunia. Mawar merah dapat diartikan sebagai perempuan sedangkan mawar putih diartikan sebagai laki-laki. Mawar merah putih dalam sesaji melambangkan bubur merah putih yang mengandung banyak makna didalamnya. Putih dapat diartikan sebagai suci yaitu jiwa dalam diri manusia dan merah diartikan sebagai semangat jiwa raga manusia.
Mawar merah 1 dan melati secukupnya. Sesaji kunci goib disini adalah sebagai pembuka atau kunci kealam kasat mata atau alam goib yang sebagaimana selalu hidup berdampingan dengan manusia. Seluruh penjuru dan elemen yang ada dalam seluruh penjuru dunia ini tak lepas dari hal goib.
Tembakau, sirih, injet, gambir dan juga beserta rokok slobot

Kenanga 17, mawar putih 2, mawar merah 25, sedap malam 7, kantil putih 3, kantil kuning 3.
Sesaji sandi kala dalam penyusunan dan penyajian membutuhkan ketelitian dan persiapan yang lain dari sesaji yang lain, karena dalam sesaji ini tergolong rumit dalam menyusun dan menyajikan. Makna dalam sesaji ini pun juga sangat berbeda dengan sesaji-sesaji yang lain karena mencakup dari semua sesaji sekar jagad tercakup dalam sandikala ini. Namun dalam penyajianya sandikala tidak bisa disajikan sendiri dan harus ada sesaji-sesaji yang lain tersebut diatas. Sedangkan sesaji yang lain boleh dengan tidak menggunakan sesaji sandikala ini. Fungsi dari sesaji ini adalah untuk mendaftarkan hajat atau penggayuh agar diberi kemudahan, kelancaran dan dijauhkan dari sengkala, tertunjuk kepada Tuhan dan seluruh alam yang mengku jagad baik Sang Hyang / Dewa dan para punden.

Terdiri dari 2 gelas yang berisikan air didalamnya terdapat bunga kenanga masing-masing 7 dan 9, dan setiap gelas terdiri dari satu kantil putih dan kuning.
            Sesaji ini merupakan sebuah sesaji pelengkap namun juga sangat penting dalam penyajiannya. Dalam penyajianya mengunakan gelas yang diisi dengan air yang didalamya terdapat sekar kenanga masing-masing sembin dan tujuh dengan sepasang kanthil putih dan kuning melambangkan sebagai akan selalu hidupnya para leluhur dialam sana. Jumlah yang demikian mengandung arti bahwa para leluhur selalu memberikan petunjuk jalan kepada anak cucunya sebagaimana mereka telah hidup didunia lebih duluan. Para anak cucu kita wajib untuk mengenal para leluhur kita dalam pepatah jawa “lali sumber mundak amber” siapa yang tidak tahu sumber akan diri celaka.
Seluruh sesaji sekar jagad dapat juga dengan beberapa sesaji pelengkap seperti “kembang macan kerah, kembang setaman, kembang telon, kembang liman, cok bakal “dan lain-lain yang mendukung akan hajat, tujuan, makna dari sebuah persemabahan sesaji. Pada dasarnya menyajikan sebuah persembahan sesaji diyakini dengan sepenuh hati dengan tidak bertentangan dengan akidah agama. Penyajian sesaji sekar jagad mampu mendisain seni ritual yang religius sehingga tanpa disadari proses pagelaran ritual sesaji sekar jagad sendiri merupakan kolaborasi mantra-mantra dan persembahan sebuah sesaji pada frekuwensi tertentu terjadilah menejemen metafisika, itulah yang disebut mangejowantahnya Sang Hyang Adi luhung.





Jadi sesaji sekar jagad dapat diartikan sebagai sebuah rangkaian persembahan yang telah dirangkai untuk dipersembahkan kepada alam semesta dengan meminta berkah akan keselamatan agar dapat memahami kehidupannya dengan baik sesuai adat istiadat dan warisan budaya dari nenek moyang dan para leluhur.
Dengan melakukan intropeksi diri terus-menerus sehingga tercapainya kwalitas diri yang diharapkan mencapai keharmonisan damai sejahtera dan indah sebagai insan hamba Allah. Masyarakat Jawa percaya bukan hanya badan yang dibersihkan tetapi jiwa, akhlak, dan mental perlu disucikan supaya tidak mudah dihancurkan oleh sang waktu, sang kala (bethara kala).
Rincian sesaji sekar jagad adalah Tali Panguripan, Gusti, Sang Hyang, Leluhur, Saksi, Kunci goib, Kinangan, Sandikala, Leluhuring luhur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar