ANALISIS FRASA PADA CERKAK “ TUKANG
ANGON WEDHUS ”
Disusun guna Memenuhi Tugas Akhir
Semester Mata Kuliah Fraseologi
Dosen Pengampu: Sungging Widagdo,
S. Pd
Oleh :
Paskagitaning Darmastuti
2601411024
Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji
syukur ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas akhir mata kuliah Fraseologi. Semoga makalah ini dapat berguna
untuk pembaca pada umumnya.
Ucapan
terima kasih penulis tujukan kepada Bapak Sungging Widagdo, S. Pd selaku dosen
mata kuliah Fraseologi atas bimbingan dan pengarahan beliau selama penyusunan
makalah ini, serta pihak-pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini, pada intinya untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan agar di masa
yang akan datang bisa lebih baik lagi.
Semarang,
29 Juni 2013
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
I.
Latar
Belakang
Ilmu
yang mempelajari tentang tata bahasa yang membahas hubungan antarkata dalam
tuturan merupakan sintaksis. Dalam satuan bahasa terdapat frasa,
klausa, dan kalimat.
Frasa merupakan satuan gramatkal nonpredikatif,
terdiri atas dua kata atau lebih, dan berfungsi sebagai konstituen didalam
konstruksi yang lebih besar.
Dalam kehidupan sehari-hari kita serng kita jumpai
media gambar dan media elektronik, misalnya koran, majalah, televisi, dll. Dari
media-media tersebut sering kita jumpai permasalahan yang sering kita temukan
tentang permasalahan jenis kata. Jika dilihat dari jenisnya, frasa dibedakan
berdasarkan distribusinya, kelas kata, strukur, dan ada tidaknya perentangan.
Oleh karena itu penulis menyusun makalah ini bertujuan memahami frasa dan apa
saja yang berkaitan dengan frasa dalam Bahasa Jawa.
II.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, dapat rumusan
masalah, yakni :
Bagaimanakah
analisis jenis dan penggolongan Frasa Bahasa Jawa berdasarkan distribusinya,
kelas kata, strukur, dan ada tidaknya perentangan yang terdapat pada cerkak
“Tukang Angon Wedhus”?
III.
Tujuan
Mengetahui
analisis jenis dan penggolongan Frasa Bahasa Jawa berdasarkan distribusinya, kelas kata, strukur, dan ada tidaknya
perentangan yang terdapat pada cerkak “Tukang Angon
Wedhus”.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Klasifikasi
Frasa berdasarkan Distribusinya
Klasifikasi frasa berdasarkan distribusinya dibedakan
menjadi dua, yaitu frasa endosentris dan frasa eksosentris.
1.
Frasa endosentris
adalah frasa yang distribusinya sama dengan salah satu atau semua unsur
pembentuknya. Frasa endosentris sendiri dibagi menjadi tiga:
a)
Frasa endosentris
koordinatif
Frasa
endosentris koordinatif adalah frasa yang
unsur-unsurnya bisa saling menggantikan dan kedudukannya setara. Contoh: bapak lan ibu. Frasa endosentris koordinatif dibagi
menjadi tiga:
1)
Frasa endosentris aditif : frasa
yang unsur-unsurnya saling menggantikan, biasa dihubungkan dengan lan dan karo.
2)
Frasa endosentris
alternatif : frasa yang unsur-unsurnya saling
menggantikan, bisa dihubungkan dengan utawa
dan apa.
3)
Frasa endosentris
afirmatif : frasa yang unsur-unsurnya saling
menggantikan, bisa dihubungkan dengan nanging
(lawan kata).
b)
Frasa endosentris
atributif
Frasa endosentris
atributif adalah frasa yang unsur-unsurnya tidak setara, tidak dapat
dihubungkan dengan lan atau utawa. Contoh: murid
iki.
c)
Frasa endosentris
apositif
Frasa endosentris
apositif adalah
frasa yang unsur-unsurnya memiliki referan yang sama. Contoh: Mas Tanto, arek Surabaya.
2.
Frasa eksosentris
adalah frasa yang distribusinya tidak sama dengan salah satu atau semua unsur pembentuknya.
Frasa eksosentris sendiri dibagi menjadi dua:
1)
Frasa eksosentris
direktif
Frasa eksosentris
direktif adalah frasa yang komponen pertamanya berupa preposisi seperti ing, nyang,
dan saka; sedangkan komponen keduanya
berupa kata atau kelompok kata, yang biasanya berkategori nomina. Contoh: ing pasar.
2)
Frasa eksosentris
nondirektif
Frasa eksosentris
nondirektif adalah
frasa yang komponen pertamanya berupa artikula seperti si dan sang atau kata
lain seperti sing dan para; sedangkan komponen keduanya berupa
kata atau kelompok kata berkategori nomina, adjektiva, atau verba. Contoh: para warga.
B.
Klasifikasi
Frasa berdasarkan Kategori atau Kelas Katanya
Klasifikasi frasa berdasarkan kategori atau kelas katanya
dibedakan menjadi:
1. Frasa
adjektiva
Frasa adjektiva adalah
satuan gramatikal yang terbentuk dari dua kata atau lebih dengan adjektiva
sebagai konstituen inti. Dengan demikian, frasa adjektiva mempunyai konstituen
inti berupa adjektiva, sedangakan kata lain sebagai modifikator. Contoh: rada pucet.
2. Frasa
verba
Frasa verba adalah
satuan gramatikal yang terbentuk dari dua kata atau lebih dengan verba sebagai
konstituen inti. Dengan demikian, frasa verba mempunyai konstituen inti berupa
verba dan kata lain sebagai modifikator. Contoh: mlaku
terus.
3. Frasa
nomina
Frasa nomina adalah satuan bahasa
yang terbentuk dari dua kata atau lebih dengan nomina sebagai inti. Satuan
bahasa itu tidak bersifat prediktif. Dengan demikian, frasa nomina mempunyai
inti nomina dan kata atau kata-kata lain yang mendampinginya sebagai modifikator.
Contoh: prawan ayu.
4. Frasa
pronomina
Frasa pronomina adalah satuan
gramatikal yang keseluruhan distribusinya dapat digantikan oleh konstituen yang
berupa pronomina. Jadi pronomina itu menjadi konstituen inti. Contoh: Aku
dhewe.
5. Frasa
numeralia
Frasa numeralia adalah satuan
gramatikal yang keseluruhan distribusinya dapat digantikan oleh konstituennya
yang berupa numeralia. Dalam hal ini, numeralia menjadi konstituen inti.
Contoh: dipara loro.
6. Frasa
adverbia
Frasa adverbia adalah satuan
gramatikal yang keseluruhan distribusinya dapat digantikan oleh konstituennya
yang berupa adverbia. Jadi adverbia itu menjadi konstituen inti. Contoh: nembe
tindak.
7. Frasa
preposisional
Frasa preposisional adalah frasa yang
konstituennya berupa preposisi dan konstituen lain berupa kata atau frasa.
Contoh: nyang toko buku.
C.
Klasifikasi
Frasa berdasarkan Struktur Komponennya
Klasifikasi frasa berdasarkan struktur komponennya
dibedakan menjadi dua, yaitu frasa setara dan frasa bertingkat.
1.
Frasa setara
Frasa setara adalah frasa yang
unsur-unsurnya setara dan tidak saling menerangkan. Contoh: Dheweke mangan lan
ngombe ing warung.
2.
Frasa bertingkat
Frasa bertingkat adalah frasa yang
unsur-unsurnya tidak setara atau saling menerangkan. Contoh: Sri ora mangkat
sekolah amarga lara mripat.
D.
Klasifikasi
Frasa berdasarkan perentangannya
Klasifikasi frasa berdasarkan perentangannya dibedakan
menjadi dua, yaitu frasa simpleks dan frasa kompleks.
1.
Frasa simpleks
Frasa simpleks adalah
frasa yang belum dikenai perentangan atau perangkaian. Contoh: buku anyar.
2.
Frasa kompleks
Frasa kompleks adalah
frasa hasil perentangan ke kiri dan atau ke kanan, atau hasil perangkaian dua
frasa atau lebih, dengan atau tanpa konjungsi. Contoh: klambi biru anyar.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Cerita Cekak “Tukang Angon Wedhus”.
Jaman mbiyen ing kutha Bagdad ana tukang angon wedhus
jenenge pak Abu. Dheweke iku saben dinane mung angon wedhus bae. Wiwit esuk
umun-umun, pak Abu wis budhal menyang ara-ara ing pinggir kutha Bagdad lan
lagi mulih nalika srengenge angslup. Kanthi sabar pak Abu tlaten nunggoni
wedhus kang dingon ana ing ara-ara mau sinambi tetembangan.
Wedhus-wdhus iki duweke wong liya, pak Abu mung saderma
ngengon kanthi ongkos paron. Tegese, yen wedhuse manak loro, pak Abu bakal
oleh upah wedhus siji. Dene menawa wedhuse mung manak siji, pak Abu mung oleh
upah separone saka rega wedhus kasebut, nanging sing lumrahe diijoli kanthi
wujude upah utawa dhuwit.
Pak Abu iku pawongane sabar lan tlaten. Mula wedhuse
lemu-lemu lan saya suwe saya tambah akeh. Saliyane iku, pak Abu iku kondhang
minangka pawongan kang jujur. Dadi bendarane kang sengaja ngongkon pak Abu
ngengon wedhuse iku percaya banget marang dheweke.
Sang raja kang wicaksana kepengin mbuktekake apa bener
sing dikabarake para warga Bagdad yen pak Abu iku pawongan kang sabar, tlaten
lan jujur, mula banjur ngutus prajurite kanggo mbuktekake.
“Prajurit, aku krungu yen ing kutha Bagdad iki ana
wargaku kang misuwur nduweni sipat kang sabar, tlaten lan jujur, mula kowe tak
utus supaya mbuktekake apa kahanan kasebut iku pancen bener. Menawa kahanan
kang kaya mangkono iku bener, aku bakal menehi kanugrahan.”
“Kados pundi cara kula mbuktekaken perkawis punika sang
raja?”
“Kowe kudu nylimur dadi blantik. Kowe kudu bisa mbujuk
supaya tukang angon wedhus kasebut gelem ngedol wedhuse kang diengon menyang
kowe.”
Dina kuwi uga si prajurit banjur salin penganggone kaya
lumrahe blantik raja kaya lan nggoleki pak Abu.
Kaya padatane, pak Abu ing wayah esuk uthuk-uthuk wis
nggiring wedhuse menyang ara-ara. Satekane ing papan sing dituju, wedhus kang
dingon banjur diculake bae supaya bisa longgar anggone mangani suket ijo ing
ara-ara mau. Pak Abu banjur lungguh sesendhenan ing watu gedhe sangisore wit
asem sacedhake sumur. Durung suwe anggone leyeh-leyeh, banjur diparani
pawongan kang ngakune minangka blantik kang pengin nggolek wedhus kanggo
diulahi ing omahe wong nduwe gawe.
“Pak aku kepengin nggolek wedhus kanggo diulah ing omahe
wong kang nduwe gawe. Kabeneran daksawang wedhusmu akeh banget, mula aku
nembung bakal nuku wedhusmu siji bae,” kandhane wong kuwi.
“Nuwun sewu pak, menda niki gadhahan bendara kula,
pramila kula mboten wenang ngedol menda punika tanpa ijin saking bendara
kula,” wangsulane pak Abu.
“Wedhus sing mbokngon iku cacahe akeh, mula yen daktuku
siji bae bendaramu mesthi ora weruh.”
“Inggih, bendara kula mboten mangertosi, nanging gusti
Allah ingkang pirsa.”
“Hhh…, ya wis yen ngono.”
Prajurit sing nylimur dadi blantik raja kaya kasebut
banjur bali maneh menyang istana lan atur palapuran ngenani apa sing mentas
ditindakake. Prajurit kasebut atur palapuran kanthi jangkep tanpa ana kang
ditambahi lan dikurangi nganti ndadekake sang raja gumun banget marang sipate
pak Abu. Mula sang raja ngersakake nemoni pak Abu dhewe lan kepengin ngerti
kaya ngapa sipate pak Abu kasebut sacara langsung.
Sang raja banjur menyang ara-ara nggoleki si tukang angon
wedhus.
“Kisanak, apa kowe sing jenenge pak Abu?” pandangune sang
raja marang Pak Abu.
“Inggih leres. Panjenengan punika sinten?”
“Aku iki raja kang kuwasa ing Bagdad iki.”
Pak Abu rumangsa lingsem, dheweke enggal sungkem marang
sang raja lan njaluk pangapura amarga wis rumangsa tumindak kurang tata marang
sang raja.
“Pak Abu, aku kepengin nuku wedhusmu kabeh iki, bakal
daknggo pista ing istana lan kowe aja sumelang mengko uga bakal dakundang ing
pista kasebut.”
“Nuwun sewu sang raja, menda punika sanes gadhahan kula
saengga kula mboten wantun ngaturaken kagem panjenengan. Saupami menda punika
gadhahan kula, tanpa panjenengan tumbas sampun kula aturaken panjenengan
kanthi iklas.”
“Iya pak Abu, nanging aku butuh banget wedhus iku kanggo
pistaku. Yen kowe ora ngolehi dak tuku kabeh, aku tuku siji bae. Menawa mung
kalong wedhus siji mesthine rak bendaramu ora weruh.”
“Saestu sang raja, kula mboten wantun nyade menda punika”
“Pak Abu, yen kowe ora gelem ngedol wedhus-wedhus iki
marang aku, kowe bakal dakpatrapi paukuman sing abot.”
“Sang raja, kula mboten wantun nyade menda punika dhumateng
panjenengan, ingkang sepindhah amargi menda punika sanes gadhahan kula. Kaping
kalih senaosa bendara kula mboten mangertosi nanging Gusti Allah ingkang
mangertosi amargi Maha Mirsani lan Maha Mirengaken. Dados nuwun sewu sang raja,
kula langkung ajrih paukumanipun Gusti Allah ing akhirat tinimbang paukuman
panjenengan ingkang wonten ing ndonya punika,” jlentrehe pak Abu.
Sang raja kang midhanget wangsulane pak Abu katon kaget
lan gumun amarga dheweke ora ngira yen ing jaman saiki isih ana pawongan kang
temen-temen jujur kaya ngono.
“Ya pak Abu. Kowe ora bakal dakwenehi paukuman amarga aku
mung nodhi sepira gedhene rasa sabar, tlaten lan jujurmu. Mula saka iku, kowe
malah bakal dakwenehi kanugrahan wujude kalungguhan minangka pawongan kang
ngrumat kewan-kewan sing ana ing istana Bagdad.”
“Inggih sang raja, kula namung ngestokaken dhawuh panjenengan.”
Pak Abu rumangsa mongkog atine amarga ora ngira yen
dheweke bakal nampa kanugrahan kang kaya mangkono. Mula tanpa lali pak Abu
tansah nggedhekake rasa syukur menyang Gusti Allah lan nindakake pakaryan ing
istana Bagdad kanthi tenanan.
B. Analisis Cerkak
Analisis frasa pada makalah ini didasarkan pada pengklasifikasian frasa berdasarkan distribusi, kategori atau kelas kata, struktur komponen, dan perentangannya.
1.
Berdasarkan
Distribusi
a) Frasa
Endosentris
1) Frasa
Endosentris Koordinatif
·
Sabar lan tlaten
·
Tlaten lan jujur
·
Kaget lan gumun
2) Frasa
Endosentris Atributif
·
Wedhus-wedhus iki
·
Wong liya
·
Aku iki
·
Bagdad iki
·
3) Frasa
Endosentris Apositif
·
Prajurit sing
nylimur dadi blantik raja
b) Frasa
Eksosentris
1) Eksosentris
Direktif
·
Ing kutha Bagdad
·
Ing ara-ara
·
Ing watu gedhe
·
Ing omahe
·
Ing istana
·
Ing pesta
·
Ing akhirat
·
Ing donya
·
Ing jaman saiki
·
Ing wayah esuk
·
Mnyang kowe
·
Menyang istana
·
Menyang ara-ara
2) Eksosentris
Non Direktif
·
Sing dituju
·
Sing mbokngon
·
Sing nylimur
·
Sng mentas
·
Sing gumun
·
Si tukang angon wedhus
·
Sing abot
·
Sing dikabarake
·
Si prajurit
2.
Berdasarkan
Kategori atau Kelas Kata
a) Frasa
Verbal
·
Wis budhal
·
Lagi mulih
·
Bisa mbujuk
·
Gelem ngedol
·
Wis nggiring
·
Bali maneh
·
b) Frasa
Nominal
·
Para warga
Bagdad
·
Suket ijo
·
Wit asem
·
Wong liya
c) Frasa
Adjektifal
·
Gumun banget
·
d) Frasa
Pronomina
·
e) Frasa
Numeralia
·
Manak loro
·
Wedhus siji
·
Mung manak siji
·
Akeh banget
·
f) Frasa
Preposisional
·
Wiwit esuk
umun-umun
·
Ing kutha Bagdad
3.
Berdasarkan
Struktur Komponen
a) Frasa
Setara
b) Frasa
Bertingkat
4.
Berdasarkan
Ada atau Tidaknya Perentangan
a) Frasa
Simpleks
b) Frasa
Kompleks
Tidak ada komentar:
Posting Komentar