Minggu, 29 Juni 2014

ANALISIS FRASA PADA CERKAK “ TUKANG ANGON WEDHUS ”



unnes.jpg
ANALISIS FRASA PADA CERKAK “ TUKANG ANGON WEDHUS ”
Disusun guna Memenuhi Tugas Akhir Semester Mata Kuliah Fraseologi
Dosen Pengampu: Sungging Widagdo, S. Pd


Oleh :
Paskagitaning Darmastuti
2601411024
Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
KATA PENGANTAR
                                                            
Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Fraseologi. Semoga makalah ini dapat berguna untuk pembaca pada umumnya.
Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada Bapak Sungging Widagdo, S. Pd selaku dosen mata kuliah Fraseologi atas bimbingan dan pengarahan beliau selama penyusunan makalah ini, serta pihak-pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini, pada intinya untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan agar di masa yang akan datang bisa lebih baik lagi.


                                                                                    Semarang, 29 Juni 2013
                                   
                                                                                                                                                                                                                                                Penulis



BAB I
PENDAHULUAN
I.                   Latar Belakang
Ilmu yang mempelajari tentang tata bahasa yang membahas hubungan antarkata dalam tuturan merupakan sintaksis. Dalam satuan bahasa terdapat frasa, klausa, dan kalimat. Frasa merupakan satuan gramatkal nonpredikatif, terdiri atas dua kata atau lebih, dan berfungsi sebagai konstituen didalam konstruksi yang lebih besar.
Dalam kehidupan sehari-hari kita serng kita jumpai media gambar dan media elektronik, misalnya koran, majalah, televisi, dll. Dari media-media tersebut sering kita jumpai permasalahan yang sering kita temukan tentang permasalahan jenis kata. Jika dilihat dari jenisnya, frasa dibedakan berdasarkan distribusinya, kelas kata, strukur, dan ada tidaknya perentangan. Oleh karena itu penulis menyusun makalah ini bertujuan memahami frasa dan apa saja yang berkaitan dengan frasa dalam Bahasa Jawa.

II.                Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat  rumusan masalah, yakni :
Bagaimanakah analisis jenis dan penggolongan Frasa Bahasa Jawa berdasarkan distribusinya, kelas kata, strukur, dan ada tidaknya perentangan yang terdapat pada cerkak “Tukang Angon Wedhus”?
III.             Tujuan
Mengetahui analisis jenis dan penggolongan Frasa Bahasa Jawa berdasarkan distribusinya, kelas kata, strukur, dan ada tidaknya perentangan yang terdapat pada cerkak “Tukang Angon Wedhus”.



BAB II
LANDASAN TEORI

A.          Klasifikasi Frasa berdasarkan Distribusinya
Klasifikasi frasa berdasarkan distribusinya dibedakan menjadi dua, yaitu frasa endosentris dan frasa eksosentris.
1.            Frasa endosentris adalah frasa yang distribusinya sama dengan salah satu atau semua unsur pembentuknya. Frasa endosentris sendiri dibagi menjadi tiga:
a)            Frasa endosentris koordinatif
Frasa endosentris koordinatif adalah frasa yang unsur-unsurnya bisa saling menggantikan dan kedudukannya setara. Contoh: bapak lan ibu. Frasa endosentris koordinatif dibagi menjadi tiga:
1)            Frasa endosentris aditif        : frasa yang unsur-unsurnya saling menggantikan, biasa dihubungkan dengan lan dan karo.
2)            Frasa endosentris alternatif  : frasa yang unsur-unsurnya saling menggantikan, bisa dihubungkan dengan utawa dan apa.
3)            Frasa endosentris afirmatif  : frasa yang unsur-unsurnya saling menggantikan, bisa dihubungkan dengan nanging (lawan kata).
b)            Frasa endosentris atributif
Frasa endosentris atributif adalah frasa yang unsur-unsurnya tidak setara, tidak dapat dihubungkan dengan lan atau utawa. Contoh: murid iki.
c)            Frasa endosentris apositif
Frasa endosentris apositif adalah frasa yang unsur-unsurnya memiliki referan yang sama. Contoh: Mas Tanto, arek Surabaya.
2.            Frasa eksosentris adalah frasa yang distribusinya tidak sama dengan salah satu atau semua unsur pembentuknya. Frasa eksosentris sendiri dibagi menjadi dua:

1)            Frasa eksosentris direktif
Frasa eksosentris direktif adalah frasa yang komponen pertamanya berupa preposisi seperti ing, nyang, dan saka; sedangkan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata, yang biasanya berkategori nomina. Contoh: ing pasar.
2)            Frasa eksosentris nondirektif
Frasa eksosentris nondirektif adalah frasa yang komponen pertamanya berupa artikula seperti si dan sang atau kata lain seperti sing dan para; sedangkan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata berkategori nomina, adjektiva, atau verba. Contoh: para warga.

B.           Klasifikasi Frasa berdasarkan Kategori atau Kelas Katanya
Klasifikasi frasa berdasarkan kategori atau kelas katanya dibedakan menjadi:
1.      Frasa adjektiva
Frasa adjektiva adalah satuan gramatikal yang terbentuk dari dua kata atau lebih dengan adjektiva sebagai konstituen inti. Dengan demikian, frasa adjektiva mempunyai konstituen inti berupa adjektiva, sedangakan kata lain sebagai modifikator. Contoh: rada pucet.
2.      Frasa verba
Frasa verba adalah satuan gramatikal yang terbentuk dari dua kata atau lebih dengan verba sebagai konstituen inti. Dengan demikian, frasa verba mempunyai konstituen inti berupa verba dan kata lain sebagai modifikator. Contoh: mlaku terus.
3.      Frasa nomina
Frasa nomina adalah satuan bahasa yang terbentuk dari dua kata atau lebih dengan nomina sebagai inti. Satuan bahasa itu tidak bersifat prediktif. Dengan demikian, frasa nomina mempunyai inti nomina dan kata atau kata-kata lain yang mendampinginya sebagai modifikator. Contoh: prawan ayu.
4.      Frasa pronomina
Frasa pronomina adalah satuan gramatikal yang keseluruhan distribusinya dapat digantikan oleh konstituen yang berupa pronomina. Jadi pronomina itu menjadi konstituen inti. Contoh: Aku dhewe.
5.      Frasa numeralia
Frasa numeralia adalah satuan gramatikal yang keseluruhan distribusinya dapat digantikan oleh konstituennya yang berupa numeralia. Dalam hal ini, numeralia menjadi konstituen inti. Contoh: dipara loro.
6.      Frasa adverbia
Frasa adverbia adalah satuan gramatikal yang keseluruhan distribusinya dapat digantikan oleh konstituennya yang berupa adverbia. Jadi adverbia itu menjadi konstituen inti. Contoh: nembe tindak.
7.      Frasa preposisional
Frasa preposisional adalah frasa yang konstituennya berupa preposisi dan konstituen lain berupa kata atau frasa. Contoh: nyang toko buku.

C.          Klasifikasi Frasa berdasarkan Struktur Komponennya
Klasifikasi frasa berdasarkan struktur komponennya dibedakan menjadi dua, yaitu frasa setara dan frasa bertingkat.
1.            Frasa setara
Frasa setara adalah frasa yang unsur-unsurnya setara dan tidak saling menerangkan. Contoh: Dheweke mangan lan ngombe ing warung.
2.            Frasa bertingkat
Frasa bertingkat adalah frasa yang unsur-unsurnya tidak setara atau saling menerangkan. Contoh: Sri ora mangkat sekolah amarga lara mripat.
D.          Klasifikasi Frasa berdasarkan perentangannya
Klasifikasi frasa berdasarkan perentangannya dibedakan menjadi dua, yaitu frasa simpleks dan frasa kompleks.
1.            Frasa simpleks
Frasa simpleks adalah frasa yang belum dikenai perentangan atau perangkaian. Contoh: buku anyar.
2.            Frasa kompleks
Frasa kompleks adalah frasa hasil perentangan ke kiri dan atau ke kanan, atau hasil perangkaian dua frasa atau lebih, dengan atau tanpa konjungsi. Contoh: klambi biru anyar.



BAB III
PEMBAHASAN

A.          Cerita Cekak “Tukang Angon Wedhus”.



http://www.panjebarsemangat.co.id/wp-content/uploads/2013/03/45-tukang-angon-wedhus-wabo.jpg
Jaman mbiyen ing kutha Bagdad ana tukang angon wedhus jenenge pak Abu. Dheweke iku saben dinane mung angon wedhus bae. Wiwit esuk umun-umun, pak Abu wis budhal menyang ara-ara ing pinggir kutha Bag­dad lan lagi mulih nalika srengenge ang­slup. Kanthi sabar pak Abu tlaten nung­goni wedhus kang dingon ana ing ara-ara mau sinambi tetembangan.


Wedhus-wdhus iki duweke wong liya, pak Abu mung saderma ngengon kanthi ongkos paron. Tegese, yen wedhuse ma­nak loro, pak Abu bakal oleh upah wedhus siji. Dene menawa wedhuse mung manak siji, pak Abu mung oleh upah separone saka rega wedhus kasebut, nanging sing lumrahe diijoli kanthi wujude upah utawa dhuwit.
Pak Abu iku pawongane sabar lan tla­ten. Mula wedhuse lemu-lemu lan saya su­we saya tambah akeh. Saliyane iku, pak Abu iku kondhang minangka pawongan kang jujur. Dadi bendarane kang sengaja ngongkon pak Abu ngengon wedhuse iku percaya banget marang dheweke.
Sang raja kang wicaksana kepengin mbuktekake apa bener sing dikabarake pa­ra warga Bagdad yen pak Abu iku pa­wongan kang sabar, tlaten lan jujur, mula banjur ngutus prajurite kanggo mbuktek­ake.
“Prajurit, aku krungu yen ing kutha Bag­dad iki ana wargaku kang misuwur nduweni sipat kang sabar, tlaten lan jujur, mula kowe tak utus supaya mbuktekake apa kahanan kasebut iku pancen bener. Menawa kahanan kang kaya mangkono iku bener, aku bakal menehi kanugrahan.”
“Kados pundi cara kula mbuktekaken perkawis punika sang raja?”
“Kowe kudu nylimur dadi blantik. Ko­we kudu bisa mbujuk supaya tukang angon wedhus kasebut gelem ngedol we­dhuse kang diengon menyang kowe.”
Dina kuwi uga si prajurit banjur salin penganggone kaya lumrahe blantik raja kaya lan nggoleki pak Abu.
Kaya padatane, pak Abu ing wayah esuk uthuk-uthuk wis nggiring wedhuse menyang ara-ara. Satekane ing papan sing dituju, wedhus kang dingon banjur diculake bae supaya bisa longgar ang­gone mangani suket ijo ing ara-ara mau. Pak Abu banjur lungguh sesendhenan ing watu gedhe sangisore wit asem sace­dhake sumur. Durung suwe anggone le­yeh-leyeh, banjur diparani pawongan kang ngakune minangka blantik kang pe­ngin nggolek wedhus kanggo diulahi ing omahe wong nduwe gawe.
“Pak aku kepengin nggolek wedhus kanggo diulah ing omahe wong kang ndu­we gawe. Kabeneran daksawang we­dhus­mu akeh banget, mula aku nembung bakal nuku wedhusmu siji bae,” kandhane wong kuwi.
“Nuwun sewu pak, menda niki ga­dhahan bendara kula, pramila kula mbo­ten wenang ngedol menda punika tanpa ijin saking bendara kula,” wangsulane pak Abu.
“Wedhus sing mbokngon iku cacahe akeh, mula yen daktuku siji bae benda­ramu mesthi ora weruh.”
“Inggih, bendara kula mboten ma­ngertosi, nanging gusti Allah ingkang pirsa.”
“Hhh…, ya wis yen ngono.”
Prajurit sing nylimur dadi blantik raja kaya kasebut banjur bali maneh menyang istana lan atur palapuran ngenani apa sing mentas ditindakake. Prajurit kasebut atur palapuran kanthi jangkep tanpa ana kang ditambahi lan dikurangi nganti nda­dekake sang raja gumun banget marang sipate pak Abu. Mula sang raja ngersak­ake nemoni pak Abu dhewe lan kepengin ngerti kaya ngapa sipate pak Abu kasebut sacara langsung.
Sang raja banjur menyang ara-ara nggoleki si tukang angon wedhus.
“Kisanak, apa kowe sing jenenge pak Abu?” pandangune sang raja marang Pak Abu.
“Inggih leres. Panjenengan punika sinten?”
“Aku iki raja kang kuwasa ing Bagdad iki.”
Pak Abu rumangsa lingsem, dheweke enggal sungkem marang sang raja lan njaluk pangapura amarga wis rumangsa tumindak kurang tata marang sang raja.
“Pak Abu, aku kepengin nuku wedhus­mu kabeh iki, bakal daknggo pista ing istana lan kowe aja sumelang mengko uga bakal dakundang ing pista kasebut.”
“Nuwun sewu sang raja, menda puni­ka sanes gadhahan kula saengga kula mboten wantun nga­turaken kagem panjenengan. Saupami menda punika gadhahan kula, tanpa panjenengan tumbas sampun kula aturaken pan­jenengan kanthi iklas.”
“Iya pak Abu, nanging aku butuh banget wedhus iku kanggo pistaku. Yen kowe ora ngolehi dak tuku kabeh, aku tuku siji bae. Menawa mung kalong wedhus siji mesthine rak bendaramu ora weruh.”
“Saestu sang raja, kula mboten wantun nyade menda pu­nika”
“Pak Abu, yen kowe ora gelem ngedol wedhus-wedhus iki marang aku, kowe bakal dakpatrapi paukuman sing abot.”
“Sang raja, kula mboten wantun nyade menda punika dhu­mateng panjenengan, ingkang sepindhah amargi menda punika sanes gadhahan kula. Kaping kalih senaosa bendara kula mbo­ten mangertosi nanging Gusti Allah ingkang mangertosi amargi Maha Mirsani lan Maha Mirengaken. Dados nuwun sewu sang raja, kula langkung ajrih paukumanipun Gusti Allah ing akhirat tinimbang paukuman panjenengan ingkang wonten ing ndonya punika,” jlentrehe pak Abu.
Sang raja kang midhanget wangsulane pak Abu katon kaget lan gumun amarga dheweke ora ngira yen ing jaman saiki isih ana pawongan kang temen-temen jujur kaya ngono.
“Ya pak Abu. Kowe ora bakal dakwenehi paukuman amarga aku mung nodhi sepira gedhene rasa sabar, tlaten lan jujurmu. Mula saka iku, kowe malah bakal dakwenehi kanugrahan wujude kalungguhan minangka pawongan kang ngrumat kewan-kewan sing ana ing istana Bagdad.”
“Inggih sang raja, kula namung ngestokaken dhawuh pan­jenengan.”
Pak Abu rumangsa mongkog atine amarga ora ngira yen dheweke bakal nampa kanugrahan kang kaya mangkono. Mula tanpa lali pak Abu tansah nggedhekake rasa syukur menyang Gusti Allah lan nindakake pakaryan ing istana Bagdad kanthi tenanan.


B.           Analisis Cerkak

Analisis frasa pada makalah ini didasarkan pada pengklasifikasian frasa berdasarkan distribusi, kategori atau kelas kata, struktur komponen, dan perentangannya. 

1.            Berdasarkan Distribusi
a)      Frasa Endosentris
1)      Frasa Endosentris Koordinatif
·         Sabar lan tlaten
·         Tlaten lan jujur
·         Kaget lan gumun
2)      Frasa Endosentris Atributif
·         Wedhus-wedhus iki
·         Wong liya
·         Aku iki
·         Bagdad iki
·          
3)      Frasa Endosentris Apositif
·         Prajurit sing nylimur dadi blantik raja
b)      Frasa Eksosentris
1)      Eksosentris Direktif
·         Ing kutha Bagdad
·         Ing ara-ara
·         Ing watu gedhe
·         Ing omahe
·         Ing istana
·         Ing pesta
·         Ing akhirat
·         Ing donya
·         Ing jaman saiki
·         Ing wayah esuk
·         Mnyang kowe
·         Menyang istana
·         Menyang ara-ara
2)      Eksosentris Non Direktif
·         Sing dituju
·         Sing mbokngon
·         Sing nylimur
·         Sng mentas
·         Sing gumun
·         Si tukang angon wedhus
·         Sing abot
·         Sing dikabarake
·         Si prajurit
2.            Berdasarkan Kategori atau Kelas Kata
a)      Frasa Verbal
·         Wis budhal
·         Lagi mulih
·         Bisa mbujuk
·         Gelem ngedol
·         Wis nggiring
·         Bali maneh
·          
b)      Frasa Nominal
·         Para warga Bagdad
·         Suket ijo
·         Wit asem
·         Wong liya
c)      Frasa Adjektifal
·         Gumun banget
·          
d)     Frasa Pronomina
·          
e)      Frasa Numeralia
·         Manak loro
·         Wedhus siji
·         Mung manak siji
·         Akeh banget
·          
f)       Frasa Preposisional
·         Wiwit esuk umun-umun
·         Ing kutha Bagdad
3.            Berdasarkan Struktur Komponen
a)      Frasa Setara
b)      Frasa Bertingkat
4.            Berdasarkan Ada atau Tidaknya Perentangan
a)      Frasa Simpleks
b)      Frasa Kompleks

Tidak ada komentar:

Posting Komentar