Rabu, 02 Juli 2014

SEJARAH SASTRA JAWA



TEKNIK PERSAJAKAN DALAM SASTRA JAWA KUNA
1. METRUM KAKAWIN
Metrum adalah sebuah istilah dalam ilmu kesusastraan yang mendeskripsikan pola bahasa dalam sebuah baris puisi. Metrum juga bisa didefinisikan sebagai satuan irama yang ditentukan oleh jumlah dan tekanan suku kata dalam setiap baris puisi. Kaidah metrum berbeda-beda antara bahasa dan tradisi. Metrum biasanya digunakan dalam kakawin atau puisi berbahasa Jawa Kuna. Metrum dapat dirumuskan sebagai berikut : sebuah bait terdiri atas empat baris sedangkan masing-masing baris meliputi jumlah suku kata yang sama, disusun menurut pola metris yang sama. Menurut pola tersebut, kuantitas setiap suku kata  – panjang pendeknya — ditentukan oleh tempatnya dalam baris beserta syarat-syaratnya; dan sebuah suku kata dianggap panjang bila mengandung semua vokal panjang, dan bila sebuah vokal pendek disusul oleh lebih dari satu konsonan. Suku kata terakhir dalam setiap baris bersifat panjang atau pendek. Aneka macam pola metrum ini dipakai dalam puisi Jawa Kuna, masing-masing dengan namanya sendiri. Biarpun satu bait yang terdiri dari empat baris dapat disebut sebuah kakawin, seperti sebuah sajak cinta yang berwujud satu bait saja, namun kebanyakan sajak yang disebut kakawin terdiri atas beberapa bait yang berturut-turut memakai metrum yang sama dan demikian merupakan sebuah pupuh, sedangkan pupuh-pupuh dibedakan menurut variasi dalam metrum. Tak ada ketentuan mengenai jumlah bait yang terkumpul dalam satu pupuh. Mengenai pemakaian metrum yang berbeda-beda, rupanya penyair bebas dalam pilihannya. Usaha-usaha untuk menghubungkan sebuah metrum tertentu dengan suatu tema tertentu tidak begitu meyakinkan. Beberapa metrum sangat digemari, sedangkan beberapa metrum lain jarang dipakai. Metrum yang sama dapat dipakai beberapa kali dalam syair yang sama, khususnya dalam syair-syair yang panjang. Pada umumnya, kakawin –kakawin memperlihatkan suatu keanekaragaman dalam pemakaian metrum.

2. ULASAN-ULASAN TENTANG METRUM
            Bila kita mempelajari puisi, kita akan menemukan beberapa segi tertentu yang bersifat prosais atau persajakan. Buku-buku pegangan dari India yang membahas bidang pengetahuan ini disebut chandahsastra         dan bukanlah kumpulan buku-buku yang membangktkan inspirasi puitis. Pengarang Jawa Kuna bernama Tanakung dalam kata pengantar bagi karyanya Wrrtasancaya mengatakan bahwa maksudnya adalah menulis sebuah buku dalam bentuk kakawin berdasarkan sebuah chandahsastra dari India, maka kita tak  bisa mengharapkan bahwa  karyanya adalah jenis puisi Jawa Kuna yang terbaik. Akan tetapi, ulasan ini memberikan sebuah pengertian mengenai hubungan antara prosodi India dan prosodi Jawa Kuna. Tanakung memberikan suatu daftar nama untuk menunjukkan macam-macam chanda dan panjangnya masing-masing, yang  chanda itu sendiri berhubungan dengan suku kata saja dan tidak dengan pola metris. Macam-macam chanda dan panjangnya :
            Ukta                1 suku kata dalam satu baris sakwari              14
            Atukta             2 suku kata dalam satu baris atisakwari          15
            Madhyama      3 suku kata dalam satu baris ast                      16
            Pratistha          4 suku kata dalam satu baris atyasti                17
            Supratistha      5 suku kata dalam satu baris dhrti                   18
            Gayatri                        6 suku kata dalam satu baris atidhrti               19
            Usnih               7 suku kata dalam satu baris krti                     20
            Anustubh        8 suku kata dalam satu baris prakrti               21
            Brhati              9 suku kata dalam satu baris akrti                   22
            Pangkti            10 suku kata dalam satu baris wikrti               23
            Tristapa           116 suku kata dalam satu baris sangskrti         24
            Jagati               12 suku kata dalam satu baris abhikrti            25
            Atijagati          13 suku kata dalam satu baris wyukrti            26

3. KOMENTAR
·         Dalam sebuah kakawin, terdapat pemakaian metrum-metrum yang berbeda. Rupanya ini dikarenakan kebebasan penyair dalam memilih. Usaha-usaha dalam proses penghubungan metrum tertentu dengan suatu tema tertentu menjadi tidak begitu meyakinkan. Jika ini terus berlanjut, maka  akan banyak ditemui  metrum yang kurang selaras dengan tema yang ditentukan.
·         Ketika seorang pengarang mengambil keputusan untuk membungkus ajarannya dalam bentuk cerita, ini sama artinya pengarang telah membebani dirinya dengan suatu tugas yang berat. Ia terikat sepenuhnya oleh tema yang dibahasnya. Ini berarti bahwa ia harus memakai metrum-metrum dalam urutan yang ditentukan, dan membuka urutan itu dengan sebuah bait yang terdiri atas empat baris yang bersifat monosilabik.
·         Meskipun kita tak  bisa mengharapkan bahwa  karya dari Tanakung adalah jenis puisi Jawa Kuna yang terbaik, tetapi ulasannya memberikan sebuah pengertian mengenai hubungan antara prosodi India dan prosodi Jawa Kuna

Tidak ada komentar:

Posting Komentar