ANALISIS TINJAUAN PRAGMATIK PADA
JURNAL NASIONAL “PENGGUNAAN IMPLIKATUR
DAN PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DALAM ACARA SENTILAN SENTILUN DI METRO TV
”
(Tauhid Hira, Lukman, Gusnawaty)
Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir
Semester Mata Kuliah Pragmatik
Dosen Pengampu :
Sungging Widagdo, S. Pd.
Oleh :
Silvia Oti Nugraheni
2601411004
Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
A.
Penggunaan
Implikatur Pelanggaran Prinsip Kerjasama Dalam Acara Sentilan Sentilun di Metro
TV
Cara
seseorang dalam mengungkapkan maksud dan tujuan itu berbeda-beda dalam peristiwa
berbahasa. Sebagian menggunakan bahasa lisan maupun tulisan dengan menggunakan
kata-kata yang jelas sehingga pembaca atau pendengar dapat mengerti secara langsung
makna yang dimaksud. Akan tetapi, ada pula sebagian orang yang menggunakan
kata-kata atau ungkapan dengan maksud tertentu, sehingga kadang-kadang maksudnya
susah untuk dimengerti karena tersiratnya makna kalimat yang diungkapkan.
Maksud tersirat dari sebuah bahasa sering disebut dengan implikatur yang
merupakan salah satu cabang dari ilmu pragmatik.
Implikatur
dianggap penting untuk diteliti lebih jauh karena sering ditemukan
program-program televisi yang mengunakan bahasa berimplikatur, baik dalam
program talk show, komedi, maupun program dengan konsep motivasi. MenurutWijana
(2003), bahwa dalam suatu percakapan
(dialog) sering terjadi seorang penutur tidak mengutarakan maksudnya secara langsung.
Hal yang hendak diucapkan justru disembunyikan, diucapkan secara tidak langsung,
atau yang diucapkan sama sekali berbeda dengan maksud ucapannya.
Acara
Sentilan Sentilun sarat dengan implikatur percakapan. Tuturan tokoh Sentilan dan
Sentilun sangat menarik karena terdiri atas pertanyaan atau pernyataan yang
diperuntukkan memancing tanggapan dari lawan bicara. Ketika dihubungkan dengan konteks,
tuturan kedua tokoh ini lebih mengarah pada kritik sosial. Hal-hal inilah yang
menjadikan acara ini menarik untuk ditonton sekaligus untuk dianalisis.
B.
Teori
yang Digunakan dalam Penelitian
Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan teori Implikatur dan Prinsip Kerjasama.
C.
Implikatur
dan Pelanggaran Prinsip Kerjasama yang Ditemukan dalam Acara Sentilan Sentilun
Metro TV
·
Implikatur Berbentuk
Pertanyaan
Data implikatur berbentuk pertanyaan ini dapat diuraikan
analisisnya sebagai berikut. Sentilun : Waktu
jadi pelawak, Pak Komar itu lucu banget. Tapi begitu Pak Komar itu menjadi
anggota dewan, pertanyaannya, apa masih bisa ngelucu? (Eps. Virus Koruptor,
7 Februari 2011). Data ini menunjukkan adanya makna implisit pada tuturan “apa
masih bisa ngelucu?”, yakni penggambaran keadaan bahwa seorang anggota dewan
memiliki tugas banyak dan berat yang membutuhkan keseriusan karena dia wakil
rakyat.
Contoh implikatur di masyarakat, “Heh Yu Nar, wayah nggarap seragam barengan karo bada ngeniki ndak
kober nyandhak pegaweyan omah?” Yu Nar disini adalah seorang penjahit yang
memiliki banyak pesanan seragam yang menumpuk yang waktunya bersamaan dengan
pesanan hari lebaran. Karena terlalu sibuk dan banyak pesanan, kecil
kemungkinan untuk dapat mengerjakan pekerjaan rumah.
·
Implikatur Berbentuk Pernyataan
Buya Maarif : Persoalan
sekarang apa kita punya pemimpin? Pemimpin sekarang tidak ada di negeri ini,
yang ada cuma pejabat. (Eps. Pemimpin atau Pejabat, 8 Agustus 2011)
Tuturan di atas berimplikasi tidak adanya sosok yang
dapat mengayomi masyarakat Indonesia, pemimpin tidak dapat menjalankan tugas
dengan baik, sehingga dikatakan mereka hanya berstatus sebagai pejabat di
pemerintahan, tetapi tidak memiliki sifat seorang pemimpin.
Contoh di masyarakat, “Wis
lah, pulisi jaman saiki kaya preman. Apa meneh nek pas wayah tanggal tuwa.
Mesthi nek ndi-ndi ana cegatan. Kadhang malah ana sing patroli luru wong sing
ra gawa helm. Nek njaluk dhuwit sakpenake dhewe”
Tuturan di atas berimplikasi bahwa polisi di zaman
sekarang ini seperti layaknya preman. Dengan alasan si pengendara sudah
melanggar peraturan lalu lintas, dengan seenaknya saja polisi meminta uang yang
kadang-kadang melampaui batas normal.
·
Pelanggaran Prinsip Kerjasama
a. Pelanggaran
Maksim Kuantitas
Sentilan
: “Dah, kenapa ga mau bikin minum, kenapa
itu?”
Sentilun
: “Mau bikin minum apa, gulanya sudah
habis kok ndoro. Gulanya habis, tehnya juga habis, kopinya juga habis, gelas,
piring, sendok habis. Waduh, kemarin semua saya jual buat beli voucher
listrik.” (Eps. Konslet, 14 Maret 2011)
Pada
tuturan di atas terjadi pelanggaran maksim kuantitas. Dengan menyebutkan “gulanya habis” saja pertanyaan Sentilan
sudah terjawab.
Contoh
di masyarakat :
Wulan
: “Wuk, tulung tukokna benang nek Juwana
sedhela ge!”
Yeni : “Sik ya Mbak. Kontake ora ana e. Helm
karo STNK-ne lah ya ra ana. Montore digawa Kang Tono mau nggo tuku pakan urang.”
Pada
tuturan di atas terjadi pelanggaran maksim kuantitas. Dengan menjawab “montore
digawa kang Tono” saja sudah bisa menjawab permintaan Wulan (kakak).
b. Pelanggaran
Maksim Kualitas
Sentilan
: “Saya pulang ke Jogja pinggang saya
capek, pinggang saya pegal, Jakarta tidak, langsung lewat aja.” (Eps. Jogja
Istimewa, 3 Oktober 2011).
Tuturan
di atas tidak diyakini kebenarannya serta tidak memiliki bukti yang cukup.
Karena pada kenyataannya Jakarta adalah kota yang ramai dan selalu macet.
Kalimat langsung lewat saja adalah
bahasa ironi. Jogja pada kenyataannya lebih lancar arus lalu lintasnya
dibanding Jakarta.
Contoh
di masyarakat : “Bandeng nek Semarang kok
murah ya, ngluwihi rega bandeng saka dhaerah Juwana.”Tuturan tersebut tidak
diyakini kebenarannya serta tidak memiliki bukti yang cukup. Karena pada
kenyataannya harga bandeng di Juwana (kota kecil) jauh lebih murah dibandingkan
di Semarang yang merupakan kota besar. Bandeng di Juwana lebih murah karena
Juwana merupakan daerah penghasil bandeng.
c. Pelanggaran
Maksim Hubungan
Ibu
Dina : “Surat-suratnya mana? Dari mana?
Nggak pake helm lagi...”
Sentilun
: “Kalau surat hutang saya banyak bu. Apa
ibu mau bayarin utang-utang saya itu? (Eps. Ibu, 9 Desember 2011)
Tuturan
di atas menunjukkan adanya pelanggaran prinsip kerjasama pada maksim hubungan.
Sentilun tidak memberikan informasi yang menunjukkan arah pembicaraan yang
tepat. Ibu Dina menanyakan surat-surat kelengkapan bermotor, akan tetapi
Sentilun justru mengalihkan jawaban ke hal yang lain.
Contoh
di masyarakat :
Fista
: “Kowe wis mangan awan mau, Pas?”
Paska
: “Mangan apa? Mangan ati ya he’e. Ki lho
bar digawe ngamuk karo si Doni.”
Tuturan
di atas menunjukkan adanya pelanggaran maksim hubungan. Paska tidak memberi
informasi yang menunjukkan arah pembicaraan yang tepat. Fista bertanya kepada
Paska sudah makan siang apa belum, tetapi jawaban si Paska mengarah ke hal yang
lain.
d. Pelanggaran
Maksim Cara
Sentilun
: “Apa bedanya setelah Pak Komar jadi
anggota dewan, apa bapak bisa melucu lagi?”
Komar
: “Waktu dulu, waktu masih sering
shooting-shooting itu, waktu Pak Komar lewat samping rumahnya, ada ibu-ibu yang
tanya, Pak Komar mau kemana? Mau shooting Bu. Nah, hari kedua lewat lagi,
ditanya mau kemana Pak Komar? Mau shooting Bu. Terus ibu-ibu itu menjawab, kok
Pak Komar shooting terus, kapan kerjanya? Katanya shooting itu bukan kerja.”
(Eps. Virus Koruptor, 7 Februari 2011)
Dalam
percakapan antara Sentilan dan Pak Komar terjadi pelanggaran maksim cara. Pak
Komar memberikan penjelasan yang panjang dan ungkapan yang kabur atas
pertanyaan Sentilun. Pak Komar memilih menggunakan perumpamaan untuk
menjelaskan hal tersebut.
Contoh
di masyarakat :
Kang
Di : “Piye Rul rasane dadi mahasiswa?”
Fahrul
: “Walah kang, kang. Kakehan tugas,
turune wengi. Wis lah, ora kaya sing tak bayangna biyen, tak kira dadi
mahasiswa iku kepenak. Isa santai, jarang sinau. Eh, jebule ngene rasane.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar