Jumat, 04 Juli 2014

PENGGUNAAN IMPLIKATUR DAN PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA



unnes.jpg
ANALISIS TINJAUAN PRAGMATIK PADA JURNAL NASIONAL “PENGGUNAAN IMPLIKATUR DAN PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DALAM ACARA SENTILAN SENTILUN DI METRO TV
(Tauhid Hira, Lukman, Gusnawaty)

Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Semester Mata Kuliah Pragmatik
Dosen Pengampu :
Sungging Widagdo, S. Pd.

Oleh :
Silvia Oti Nugraheni
2601411004
Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa

FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013

A.    Penggunaan Implikatur Pelanggaran Prinsip Kerjasama Dalam Acara Sentilan Sentilun di Metro TV
Cara seseorang dalam mengungkapkan maksud dan tujuan itu berbeda-beda dalam peristiwa berbahasa. Sebagian menggunakan bahasa lisan maupun tulisan dengan menggunakan kata-kata yang jelas sehingga pembaca atau pendengar dapat mengerti secara langsung makna yang dimaksud. Akan tetapi, ada pula sebagian orang yang menggunakan kata-kata atau ungkapan dengan maksud tertentu, sehingga kadang-kadang maksudnya susah untuk dimengerti karena tersiratnya makna kalimat yang diungkapkan. Maksud tersirat dari sebuah bahasa sering disebut dengan implikatur yang merupakan salah satu cabang dari ilmu pragmatik.
Implikatur dianggap penting untuk diteliti lebih jauh karena sering ditemukan program-program televisi yang mengunakan bahasa berimplikatur, baik dalam program talk show, komedi, maupun program dengan konsep motivasi. MenurutWijana (2003), bahwa dalam suatu percakapan (dialog) sering terjadi seorang penutur tidak mengutarakan maksudnya secara langsung. Hal yang hendak diucapkan justru disembunyikan, diucapkan secara tidak langsung, atau yang diucapkan sama sekali berbeda dengan maksud ucapannya.
Acara Sentilan Sentilun sarat dengan implikatur percakapan. Tuturan tokoh Sentilan dan Sentilun sangat menarik karena terdiri atas pertanyaan atau pernyataan yang diperuntukkan memancing tanggapan dari lawan bicara. Ketika dihubungkan dengan konteks, tuturan kedua tokoh ini lebih mengarah pada kritik sosial. Hal-hal inilah yang menjadikan acara ini menarik untuk ditonton sekaligus untuk dianalisis.
B.     Teori yang Digunakan dalam Penelitian
Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teori Implikatur dan Prinsip Kerjasama.
C.    Implikatur dan Pelanggaran Prinsip Kerjasama yang Ditemukan dalam Acara Sentilan Sentilun Metro TV
·         Implikatur Berbentuk  Pertanyaan
Data implikatur berbentuk pertanyaan ini dapat diuraikan analisisnya sebagai berikut. Sentilun : Waktu jadi pelawak, Pak Komar itu lucu banget. Tapi begitu Pak Komar itu menjadi anggota dewan, pertanyaannya, apa masih bisa ngelucu? (Eps. Virus Koruptor, 7 Februari 2011). Data ini menunjukkan adanya makna implisit pada tuturan “apa masih bisa ngelucu?”, yakni penggambaran keadaan bahwa seorang anggota dewan memiliki tugas banyak dan berat yang membutuhkan keseriusan karena dia wakil rakyat.
Contoh implikatur di masyarakat, “Heh Yu Nar, wayah nggarap seragam barengan karo bada ngeniki ndak kober nyandhak pegaweyan omah?” Yu Nar disini adalah seorang penjahit yang memiliki banyak pesanan seragam yang menumpuk yang waktunya bersamaan dengan pesanan hari lebaran. Karena terlalu sibuk dan banyak pesanan, kecil kemungkinan untuk dapat mengerjakan pekerjaan rumah.
·         Implikatur Berbentuk Pernyataan
Buya Maarif : Persoalan sekarang apa kita punya pemimpin? Pemimpin sekarang tidak ada di negeri ini, yang ada cuma pejabat. (Eps. Pemimpin atau Pejabat, 8 Agustus 2011)
Tuturan di atas berimplikasi tidak adanya sosok yang dapat mengayomi masyarakat Indonesia, pemimpin tidak dapat menjalankan tugas dengan baik, sehingga dikatakan mereka hanya berstatus sebagai pejabat di pemerintahan, tetapi tidak memiliki sifat seorang pemimpin.
Contoh di masyarakat, “Wis lah, pulisi jaman saiki kaya preman. Apa meneh nek pas wayah tanggal tuwa. Mesthi nek ndi-ndi ana cegatan. Kadhang malah ana sing patroli luru wong sing ra gawa helm. Nek njaluk dhuwit sakpenake dhewe”
Tuturan di atas berimplikasi bahwa polisi di zaman sekarang ini seperti layaknya preman. Dengan alasan si pengendara sudah melanggar peraturan lalu lintas, dengan seenaknya saja polisi meminta uang yang kadang-kadang melampaui batas normal.
·         Pelanggaran Prinsip Kerjasama
a.      Pelanggaran Maksim Kuantitas
Sentilan : “Dah, kenapa ga mau bikin minum, kenapa itu?”
Sentilun : “Mau bikin minum apa, gulanya sudah habis kok ndoro. Gulanya habis, tehnya juga habis, kopinya juga habis, gelas, piring, sendok habis. Waduh, kemarin semua saya jual buat beli voucher listrik.” (Eps. Konslet, 14 Maret 2011)
Pada tuturan di atas terjadi pelanggaran maksim kuantitas. Dengan menyebutkan “gulanya habis” saja pertanyaan Sentilan sudah terjawab.
Contoh di masyarakat :
Wulan : “Wuk, tulung tukokna benang nek Juwana sedhela ge!”
Yeni : “Sik ya Mbak. Kontake ora ana e. Helm karo STNK-ne lah ya ra ana. Montore digawa Kang Tono mau nggo tuku pakan urang.”
Pada tuturan di atas terjadi pelanggaran maksim kuantitas. Dengan menjawab “montore digawa kang Tono” saja sudah bisa menjawab permintaan Wulan (kakak).
b.      Pelanggaran Maksim Kualitas
Sentilan : “Saya pulang ke Jogja pinggang saya capek, pinggang saya pegal, Jakarta tidak, langsung lewat aja.” (Eps. Jogja Istimewa, 3 Oktober 2011).
Tuturan di atas tidak diyakini kebenarannya serta tidak memiliki bukti yang cukup. Karena pada kenyataannya Jakarta adalah kota yang ramai dan selalu macet. Kalimat langsung lewat saja adalah bahasa ironi. Jogja pada kenyataannya lebih lancar arus lalu lintasnya dibanding Jakarta.
Contoh di masyarakat : “Bandeng nek Semarang kok murah ya, ngluwihi rega bandeng saka dhaerah Juwana.”Tuturan tersebut tidak diyakini kebenarannya serta tidak memiliki bukti yang cukup. Karena pada kenyataannya harga bandeng di Juwana (kota kecil) jauh lebih murah dibandingkan di Semarang yang merupakan kota besar. Bandeng di Juwana lebih murah karena Juwana merupakan daerah penghasil bandeng.
c.       Pelanggaran Maksim Hubungan
Ibu Dina : “Surat-suratnya mana? Dari mana? Nggak pake helm lagi...”
Sentilun : “Kalau surat hutang saya banyak bu. Apa ibu mau bayarin utang-utang saya itu? (Eps. Ibu, 9 Desember 2011)
Tuturan di atas menunjukkan adanya pelanggaran prinsip kerjasama pada maksim hubungan. Sentilun tidak memberikan informasi yang menunjukkan arah pembicaraan yang tepat. Ibu Dina menanyakan surat-surat kelengkapan bermotor, akan tetapi Sentilun justru mengalihkan jawaban ke hal yang lain.
Contoh di masyarakat :
Fista : “Kowe wis mangan awan mau, Pas?”
Paska : “Mangan apa? Mangan ati ya he’e. Ki lho bar digawe ngamuk karo si Doni.”
Tuturan di atas menunjukkan adanya pelanggaran maksim hubungan. Paska tidak memberi informasi yang menunjukkan arah pembicaraan yang tepat. Fista bertanya kepada Paska sudah makan siang apa belum, tetapi jawaban si Paska mengarah ke hal yang lain.
d.      Pelanggaran Maksim Cara
Sentilun : “Apa bedanya setelah Pak Komar jadi anggota dewan, apa bapak bisa melucu lagi?”
Komar : “Waktu dulu, waktu masih sering shooting-shooting itu, waktu Pak Komar lewat samping rumahnya, ada ibu-ibu yang tanya, Pak Komar mau kemana? Mau shooting Bu. Nah, hari kedua lewat lagi, ditanya mau kemana Pak Komar? Mau shooting Bu. Terus ibu-ibu itu menjawab, kok Pak Komar shooting terus, kapan kerjanya? Katanya shooting itu bukan kerja.” (Eps. Virus Koruptor, 7 Februari 2011)
Dalam percakapan antara Sentilan dan Pak Komar terjadi pelanggaran maksim cara. Pak Komar memberikan penjelasan yang panjang dan ungkapan yang kabur atas pertanyaan Sentilun. Pak Komar memilih menggunakan perumpamaan untuk menjelaskan hal tersebut.
Contoh di masyarakat :
Kang Di : “Piye Rul rasane dadi mahasiswa?”
Fahrul : “Walah kang, kang. Kakehan tugas, turune wengi. Wis lah, ora kaya sing tak bayangna biyen, tak kira dadi mahasiswa iku kepenak. Isa santai, jarang sinau. Eh, jebule ngene rasane.”
Dalam percakapan antara Kang Di dan Fahrul terjadi pelanggaran maksim cara. Fahrul tidak memberi penjelasan singkat tentang perasaannya setelah menjadi mahasiswa. Fahrul hanya menggambarkan aktivitas dan keadaannya setelah menjadi seorang mahasiswa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar