KONSEP KEBUDAYAAN DI
DUNIA
Disusun
Guna Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Ilmu Budaya
Dosen
Pengampu :
Prof.
Dr. Bambang Indiatmoko, M. Si.
Oleh
:
Silvia
Oti Nugraheni
2601411004
/ PBSJ
Rombel
1
FAKULTAS BAHASA DAN
SENI
UNIVERSITAS NEGERI
SEMARANG
2013
Dalam
kajian budaya atau Cultural Studies, konsep budaya dapat dipahami seiring
dengan perubahan perilaku dan struktur masyarakat di Eropa pada abad ke 19.
Perubahan ini merupakan dampak atau pengaruh dari teknologi yang semakin
berkembang pesat.
A.
Konsep
Kebudayaan Raymond Williams
Williams
mendefinisikan konsep budaya menggunakan pendekatan universal, yaitu konsep
budaya yang mengacu pada makna-makna bersama yang terpusat pada makna
sehari-hari yakni nilai, benda material / simbolis, dan norma. Kebudayaan yang
didefinisikan Williams lebih dekat dengan “budaya” sebagai keseluruhan cara
hidup manusia.
Williams menganjurkan agar kebudayaan
diselidiki dalam beberapa tahap, antara lain :
1. Institusi-institusi
yang memproduksi kesenian dan kebudayaan;
2. Formasi-formasi
pendidikan, gerakan-gerakan, dan fraksi-fraksi dalam produksi kebudayaan;
3. Bentuk-bentuk
produksi, termasuk segala manifestasinya;
4. Identifikasi
dan bentuk kebudayaan, termasuk kekhususan produk kebudayaan dan tujuan
estetisnya;
5. Reproduksi
dalam perjalanan ruang dan waktu;
6. Cara
pengorganisasian.
B.
Konsep
Kebudayaan Lewisisme
Oscar Lewis menjelaskan bahwa kemiskinan
yang ia pahami adalah suatu sub-kebudayaan yang diwarisi dari generasi ke
generasi. Ia membawakan pandangan lain bahwa kemiskinan bukan hanya masalah
kelumpuhan ekonomi, disorganisasi, atau kelangkaan sumber daya. Kemiskinan dalam beberapa hal bersifat
positif karena memberikan jalan keluar bagi kaum miskin untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan hidupnya. Oscar lewis menyebut hal ini dengan Culture of Poverty, yang artinya
adaptasi dan reaksi kaum miskin terhadap kedudukan mereka dimana kebudayaan
tersebut cenderung melanggengkan dirinya dari generasi ke generasi. Kebudayaan
tersebut mencerminkan upaya mengatasi keputusasaan dari angan sukses di dalam
kehidupan yang sesuai dengan nilai dan tujuan masyarakat yang lebih luas.
Masyarakat yang mempunyai kebudayaan ini
mayoritas berasal dari strata sosial paling rendah, sedang mengalami perubahan
pesat dan telah terasing dari masyarakat. Culture of Poverty terwujud dalam
masyarakat dalam kondisi di bawah ini :
1. Sistem
ekonomi uang, buruh upahan, dan sistem produksi untuk keuntungan.
2. Tingkat
pengangguran dan setengah pengangguran tinggi.
3. Upah
buruh rendah.
4. Tak
berhasilnya golongan berpenghasilan rendah meningkatkan organisasi sosial,
ekonomi, dan politiknya secara sukarela maupun atas prakarsa pemerintah.
5. Sistem
keluarga bilateral lebih menonjol.
6. Kuatnya
seperangkat nilai pada kelas yang berkuasa yang berkuasa yang menekankan
penumpukan harta dan adanya kemungkinan mobilitas vertikal dan sikap hemat,
serta ada anggapan bahwa rendahnya status ekonomi sebagai hasil
ketidaksanggupan pribadi/memang pada dasarnya sudah rendah kedudukannya.
Ciri-ciri Culture of
Poverty :
1. Kurang
efektifnya partisipasi dan integrasi kaum miskin ke dalam lembaga-lembaga utama
masyarakat. Mereka sangat sensitif terhadap perbedaan status, tetapi tidak memiliki kesadaran kelas.
2. Di
tingkat kominitas, banyak ditemui rumah-rumah bobrok, penuh sesak, dan
bergerombol serta rendahnya tingkat organisasi di luar keluarga.
3. Di
tingkat keluarga, ditandai oleh masa kanak-kanak yang singkat dan kurang
pengasuhan orang tua, cepat dewasa, kawin bersyarat, tingginya perpisahan ibu
dan anak, kurangnya hak pribadi, dan solidaritas semu.
4. Di
tingkat individu, ditandai dengan kuatnya perasaan tak berharga, tak berdaya,
ketergantungan, dan rendah diri.
C.
Feminisme
Feminisme merupakan gerakan perempuan yang
menuntut emansipasi / kesamaan dan keadilan hak pria dan wanita, yang mengacu
pada teori kesataraan laki-laki dan perempuan serta gerakan untuk memperoleh
hak-hak perempuan.
Feminisme berhubungan dengan rasisme dan
gender. Sebagai contoh, dalam konteks rasisme, bangsa kulit putih tidak
membedakan wanita dalam struktur sosial, misal Margareth Teacher. Lalu, dalam
konteks gender, bangsa kulit hitam hampir mirip dengan orang Indonesia, yakni
konsep feminisme orang Sunda, Minang, Madura, dan Bali. Dalam msyarakat Bali,
yang bekerja keras adalah wanita karena wanita merasa bisa. Contohnya, wanita
ke ladang dan laki-laki di rumah; ketika ada hajat, yang memasak dominan kaum
laki-laki; dalam perekonomian, laki-laki yang menentukan. Bukan dengan bekerja,
tetapi dengan sabung ayam atau kongkow-kongkow di gazebo-gazebo.
Di samping ingin disanjung dan berhias,
wanita juga menginginkan kedudukan dalam otoritas sektor kerja dan struktur
sosial. Wanita ingin punya jabatan, misalnya Bu Megawati menjadi presiden
sebagai perwakilan suara rakyat. Tetapi dia tidak memiliki kekuasaan selayaknya
pemimpin negara, karena dia hanya menggantikan Gus Dur.
D.
Konsep
Budaya Populer
Budaya populer sama dengan budaya massa.
Budaya populer identik dengan budaya mengkonsumsi barang instan atau impor.
Budaya populer termodifikasi tidak autentik karena tidak dihasilkan oleh
masyarakat, dan bersifat manipulatif karena tujuan utamanya adalah agar dibeli
dan tidak memuaskan, karena selain mudah dikonsumsi iapun tidak mensyaratkan
terlalu banyak kerja dan gagal memperkaya batin konsumennya.
Dalam budaya populer ada saling keterkaitan
antara ekonomi politik dan produksi kebudayaan yang dihasilkan oleh
perusahaan-perusahaan kapitalis, dan terdapat pemisahan antara budaya tinggi
dan budaya rendah. Selain itu, dalam kebudayaan populer terdaat produsen dan
konsumen, dan di antara keduanya ada suatu mekanisme yang mengatur kebudayaan
tersebut sampai menjadi budaya yang populer atau tenar, dan biasanya disemaikan
pada sistem ekonomi, politik, dan sosial. Jika budaya tersebut sudah populer,
maka konsumen menjadi korban.
Karena politik, ekonomi, dan sosial budaya
mempengaruhi budaya populer, masyarakat Indonesia masih lambat untuk mencapai
budaya populer karena perekonomian Indonesia masih sangatlah rendah. Jadi, masyarakat dalam kebudayaan populer
tidak memiliki budaya dunia itu, tetapi hanya menjadi konsumen (masyarakat
terhigemoni).
Suatu bangsa mampu mencapai budaya tinggi
apabila memiliki keragaman. Dalam “multiculture”, Indonesia-lah yang
memprakarsai karena Indonesia merupakan bangsa terkaya dalam konteks
multiculture. Pada jaman dahulu, Javanese culture sangat dominan di Indonesia,
tetapi pada jaman sekarang tidak seperti itu. Dulu semua suku dijawakan, misal
suku Batak, Minang, Papua, Sulawesi. Indonesia juga didominasi oleh budaya
Islam. Akan tetapi jika dilihat dari kawasan Asia, bukanlah budaya Islam yang
mendominasi, tetapi agama Hindu-Budha. Meskipun di Indonesia didominasi budaya
Islam, kebiasaan atau dinamika Indonesia sangat jauh berbeda dengan orang
Timur-Tengah.
E.
Globalisasi
menurut Anthony Giddens
Globalisasi adalah intensifikasi relasi
sosial sedunia yang menghubungkan lokalitas yang saling berjauhan sedemikian
rupa sehingga peristiwa yang terjadi pada jarak bermil-mil membentuk suatu
peristiwa sosial. Bidang objek globalisasi mencakup sektor ekonomi, mobilitas
jasa, politik, dan militer.
Ciri penanda globalisasi :
1. Sebagian
besar sarana produksi dan distribusi dimiliki individu.
2. Barang
dan jasa diperdagangkan di pasar bebas.
3. Modal
diinvestasikan ke berbagai usaha untuk mendapatkan laba.
Dampak globalisasi :
·
Dampak Positif :
1. Memperoleh
informasi dan penambahan ilmu pengetahuan.
2. Jalinan
komunikasi akan semakin mudah dan canggih.
3. Mobilitas
tinggi akan mempermudah perjalanan karena alat transportasi semakin canggih.
4. Sikap
kosmopolitan / toleransi antar individu meningkat.
5. Perkembangan
ekonomi, sosial, dan budaya akan meningkatkan semangat menggali potensi diri.
6. Pemenuhan
kebutuhan semakin kompleks dan tidak terbatas.
·
Dampak Negatif :
1. Masyarakat
yang konsumtif.
2. Segala
informasi tidak tersaring mana yang baik mana yang buruk.
3. Pemborosan
dan erilaku menyimpang.
4. Westernisasi.
5. Sikap
individualitas dan menutup diri.
F.
Postmodernisme
Postmodernisme berangkat dari aliran postmo
yang kajian peradabannya diambil dari kawasan Eropa. Postmodernisme
meninggalkan konteks lama menuju kehidupan industrial atau menghilangkan batas
ruang dan waktu.
Ciri penanda postmodernisme tidak banyak
berbeda dengan modernisme :
1. Perubahan
sistem ekonomi (kapitalis) dan kekuatan militer.
2. Hilangnya
sekat lokalitas (ruang dan waktu)
Beberapa
penanda hilangnya batas-batas kultural :
1. Mencoba
berubah dari sistem sosial budaya.
2. Mobilitas
tidak lagi pada peradaban civilization.
3. Memiliki
relasi tidak hanya dalam komunitas lokal dan lebih global.
Kemudian penanda kehidupan industrial postmodernisme adalah
penghasilan barang dan jasa secara massal. Dan ciri penanda modernisme adalah
modernitas.
G.
Modernisme
Tidak ada komentar:
Posting Komentar